Menurut laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), selama periode 2013-2021 terdapat 393 orang yang dituntut dengan pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, trennya menurun pada 2021 seperti terlihat pada grafik.
"Berdasarkan pemantauan dan pendampingan SAFEnet sepanjang 2021, setidaknya ada 30 kasus pemidanaan dengan total 38 korban kriminalisasi. Jumlah ini menurun hampir separuh dari jumlah korban pada tahun sebelumnya sebanyak 84 orang korban," tulis SAFEnet dalam Laporan Situasi Hak-Hak Digital Indonesia 2021.
Meski trennya menurun, SAFEnet menilai hal ini tidak serta-merta menunjukkan adanya perbaikan dalam hak kebebasan berpendapat.
“Pasalnya, latar belakang korban kriminalisasi yang paling banyak pada tahun ini adalah para pembela hak asasi manusia (HAM) yang menyuarakan kepentingan publik yang lebih luas,” jelas SAFEnet.
Berdasarkan latar belakangnya, pada 2021 korban kriminalisasi UU ITE yang berasal dari kalangan aktivis mencapai 10 orang atau 26,3% dari total korban.
Lalu ada 8 orang (21,1%) korban kekerasan dan pendampingnya yang dituntut dengan UU ITE, serta 7 orang (18,4%) berasal dari kalangan warga. Korban lainnya berasal dari kalangan jurnalis, akademisi, mahasiswa, buruh, politisi, dan organisasi masyarakat.
"Dari sisi kebebasan berekspresi, makin banyak pejabat publik menggunakan pasal-pasal karet Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk membungkam suara kelompok kritis," ungkap SAFEnet.
(Baca Juga: Survei Indikator Ungkap Masyarakat Semakin Takut Menyampaikan Pendapat)