Survei Breathe Cities Jakarta bersama Populix menunjukkan, terdapat sejumlah preferensi bagi warga DKI Jakarta dalam menerima informasi.
Opsi yang disukai terbanyak adalah pertemuan atau musyawarah langsung, dipilih 64% responden. Preferensi ini paling menonjol di wilayah Pejagalan, Joglo, dan Semper Barat.
Grup WhatsApp warga menempati posisi kedua sebesar 58%, diikuti oleh acara sosial warga seperti pengajian atau kerja bakti sebesar 55%. Menariknya, pengumuman lewat pengeras suara masjid atau mushola juga masih diminati oleh 46% responden, menunjukkan kekuatan kanal komunikasi berbasis komunitas.
Beberapa cara lain yang masih digunakan antara lain papan pengumuman RT/RW (43%), kunjungan ke rumah (32%), dan pembagian selebaran atau brosur (32%).
Adapun cara paling sedikit yang dipilih adalah akun media sosial warga setempat dan poster. Breathe Cities Jakarta menyebut, media sosial warga setempat dan poster belum menjadi pilihan utama, bahkan sangat minim digunakan. Hal ini memperkuat temuan bahwa pendekatan tatap muka dan berbasis komunitas tetap menjadi andalan komunikasi di Jakarta.
Berikut rincian preferensi mendapatkan informasi di sekitar tempat tinggal warga DKI Jakarta:
- Pertemuan warga atau musyawarah langsung: 64%
- Informasi melalui grup WhatsApp warga: 58%
- Informasi melalui acara sosial atau kegiatan warga (pengajian, kerja bakti, dll.): 55%
- Pengumuman melalui pengeras suara masjid/mushola: 46%
- Papan pengumuman di lingkungan RT/RW: 43%
- Kunjungan langsung ke rumah: 32%
- Selebaran atau brosur yang dibagikan ke rumah warga: 32%
- Poster atau spanduk di lingkungan sekitar: 15%
- Media sosial warga (Facebook group, Telegram, dll.): 1%.
Survei ini melibatkan 622 responden yang tersebar merata di lima wilayah administrasi DKI Jakarta, mencakup 10 kelurahan utama sebagai lokasi penelitian. Pemilihan wilayah dilakukan untuk merepresentasikan keragaman sosial-ekonomi serta paparan terhadap polusi udara.
Dari sisi usia, responden didominasi oleh generasi milenial (40%), diikuti oleh gen X & boomers (37%) dan gen Z (23%). Secara pendidikan, mayoritas responden berpendidikan menengah hingga tinggi, dan berasal dari kelompok sosial ekonomi menengah.
Sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan swasta dan profesional. Pelaku UMKM, terutama di sektor kuliner, juga menjadi kelompok signifikan dalam survei ini. Selain itu, survei ini mencakup kelompok profesi rentan terhadap polusi udara yang sering beraktivitas di luar ruangan, seperti pedagang kaki lima, kurir, ojek, pekerja bangunan, hingga petugas kebersihan dan polisi lalu lintas.
Mayoritas responden tinggal di rumah milik sendiri dan berada dekat jalan raya—kondisi yang menunjukkan potensi paparan tinggi terhadap polusi lalu lintas. Sebagian kecil tinggal di kontrakan, kos, atau dekat sumber polusi lain seperti terminal dan kawasan industri. Hasil survei dipublikasikan pada Mei 2025.
Sebagai informasi, Breathe Cities merupakan wadah inisiatif yang diluncurkan oleh Clean Air Fund, C40 Cities, dan Bloomberg Philanthropies, dan diimplentasikan di Jakarta bersama Vital Strategies, untuk membantu kota-kota mengatasi krisis polusi udara global.
(Baca juga: Televisi Masih Jadi Sumber Informasi Sosial-Politik Utama Masyarakat Indonesia)