Lembaga Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menghimpun jumlah terlapor atau korban pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital di Indonesia lebih dari sedekade.
Terlapor kasus ekspresi digital di Indonesia hanya 20 orang pada 2013. Angkanya kemudian naik menjadi 83 korban pada 2016.
>
Meski setelahnya berfluktuasi, korban kasus pelanggaran ini naik signfikan pada 2022 hingga 2024.
Pada 2022, tercatat ada 107 terlapor kasus ekspresi digital. Kemudian pada 2023 tumbuh menjadi 126 terlapor.
Data terakhir apda 2024, jumlahnya meningkat lagi menjadi 170 terlapor, menandai titik tertinggi selama sedekade terakhir.
SAFEnet menjelaskan, jumlah terlapor itu berasal 146 kasus pelanggaran selama 2024.
"Jumlah ini mengalami kenaikan sebanyak 32 kasus dibandingkan tahun sebelumnya dengan total 114 kasus dengan 126 terlapor," tulis SAFEnet dalam laporan yang dikutip pada Selasa (11/3/2025).
SAFEnet kemudian membedah latar belakang korban atau terlapor. Mayoritas adalah warganet (netizen) sebanyak 62 orang, pembuat konten sebanyak 26 orang, kemudian atlet sebanyak 23 orang.
Selanjutnya, aktivis/organisasi masyarakat sipil sebanyak 12 orang, politisi sejumlah 9 orang, serta jurnalis/media sebanyak 7 orang.
"Sektor perburuhan juga mengalami lonjakan signifikan. Total setidaknya 7 buruh dilaporkan ke polisi, termasuk tenaga medis dan pekerja kreatif," kata SAFEnet.
Dari sisi pelapor, latar belakang paling banyak adalah organisasi/institusi, yakni sebanyak 23 kasus. Kemudian pengusaha/perusahaan sebanyak 17 kasus, warga sejumlah 15 kasus, pejabat publik sebanyak 13 kasus, dan partai politik sebanyak 12 kasus.
(Baca juga: Pasal yang Marak Digunakan dalam Pelaporan Ekspresi Digital pada 2024)