Lembaga Save the Children menyebut, penahanan yang dilakukan militer Israel terhadap anak-anak Palestina menyisakan dampak destruktif yang berkepanjangan terhadap kesehatan korban. Bahkan bayang-bayang penanganan masih membekas dalam ingatan anak Palestina.
Dalam laporan Injustice: Palestinian children’s experience of the Israeli military detention system, sebanyak 59% responden mengaku sering berpikir tentang kemungkinan ditangkap tentara Israel lagi di masa depan.
Namun ada 41% responden yang mencoba menghindari pemikiran tentang penahanan. Kontras dengan hal tersebut, 33% justru memikirkan pengalaman mereka secara rinci setiap hari.
Di lain subtopik riset, Save the Children menyebut sebanyak 73% responden mengalami insomnia atau susah tidur. Angkanya naik dari survei 2020 yang sebesar 47% dengan melibatkan 470 anak.
Sebanyak 53% juga mengalami mimpi buruk, naik dari 2020 yang sebesar 39%. Sementara ada 62% yang merasa marah, naik dari 2020 yang sebesar 53%.
Save the Children juga mengatakan, banyak perilaku yang berubah, seperti merasa marah hampir sepanjang waktu, hanya sedikit keinginan atau tidak sama sekali untuk menjalin komunikasi dengan orang lain, lebih memilih menyendiri, atau bahkan terlalu dekat dengan orang lain.
"Banyak anak yang mengaku takut merasa sendiri (22%) dan menangis sepanjang waktu (14%)," tulis Save the Children dikutip pada Senin (7/10/2024).
Anak-anak dan orang tua pun menyampaikan mereka hidup dalam keadaan ketakutan terus-menerus setelah penahanan. Pengalaman tersebut telah mengikis rasa aman mereka dan membuat mekanisme penanganannya menjadi lebih sulit.
"Gejala yang dialami oleh anak-anak sangat memprihatinkan mengingat sedikitnya dukungan psikososial yang tersedia dan hanya sedikit organisasi yang bekerja dengan kelompok anak-anak ini dan keluarga mereka," tulis Save the Children.
Secara total, 228 mantan tahanan anak berpartisipasi dalam penelitian ini. Jumlah ini termasuk 177 anak yang menanggapi survei dan 51 yang mengambil bagian dalam diskusi (focus group discussion/FGD).
Sampel tersebar di Tepi Barat, Palestina, meliputi Ramallah/al-Bireh, Nablus/Salfit, Tulkarem/Qalqilya, Jenin/Tubas, Hebron, dan Betlehem, selain Yerusalem.
Semua peserta anak berusia antara 12 dan 17 tahun ketika mereka ditahan dan berusia antara 15 dan 21 tahun ketika mereka mengambil bagian dalam penelitian ini. Semua anak ini ditahan dalam tiga tahun terakhir, dengan mayoritas sebanyak 71% ditahan dalam setahun terakhir saat survei dilakukan.
Waktu yang dihabiskan anak-anak dalam tahanan bervariasi di seluruh sampel: 20% responden ditahan selama 1-4 bulan, 23% selama 5-11 bulan, 15% selama 12-18 bulan, dan 12% responden mengatakan mereka menghabiskan lebih dari satu setengah tahun dalam tahanan. 34% anak ditahan lebih dari satu kali. Laporan ini dipublikasikan pada Juli 2023.
(Baca juga: Sejumlah Anak Palestina Mati Rasa Fisik Setelah Ditahan Israel)