Menurut survei hasil kolaborasi World Wild Fund for Nature (WWF) dan Plastic Free Foundation (PFF), sebagian besar masyarakat dunia punya perhatian serius terhadap masalah pencemaran sampah plastik.
Pada November 2022, PFF dan WWF melakukan survei online terhadap sekitar 23 ribu orang yang tersebar di 34 negara.
Hasilnya, secara rata-rata, sekitar 7 dari 10 orang atau 75% responden di seluruh negara yang disurvei menyatakan setuju akan pelarangan plastik sekali pakai yang tidak perlu (unnecessary single-use plastic), seperti rokok elektrik dan alat makan sekali pakai.
Kemudian 77% mendukung pelarangan produk plastik yang bahannya sulit didaur ulang, dan 78% setuju bahwa industri harus bertanggung jawab dalam mengurangi dan mendaur ulang kemasan plastik dari produk-produk mereka.
Ada pula 76% yang mendukung agar semua produk plastik dibuat dari bahan yang bisa didaur ulang, dan 77% setuju agar produk-produk plastik diberi label untuk memudahkan konsumen dalam mendaur ulang atau membuang sampah plastiknya.
(Baca: RI Hasilkan 19 Juta Ton Timbulan Sampah pada 2022, Mayoritas Sisa Makanan)
"Ratusan juta orang dari seluruh dunia telah melakukan tindakan pribadi untuk mengurangi sampah plastik mereka. Tetapi, banyak juga orang yang menyadari bahwa tanggung jawab individu harus disertai dengan tindakan global dan sistemik untuk menciptakan perubahan," kata Rebecca Prince-Ruiz, Pendiri dan Direktur Eksekutif PFF dalam siaran persnya (23/11/2022).
"Survei ini adalah bukti lebih lanjut bahwa ada permintaan publik yang luas terkait perjanjian polusi plastik global yang bisa membuat pemerintah dan perusahaan lebih bertanggung jawab atas plastik yang mereka hasilkan," kata Rebecca.
Hal senada disampaikan Eirik Lindebjerg, Global Plastics Policy Lead dari WWF International.
"Orang-orang bingung dan frustrasi terhadap sikap pemerintah dan industri terkait krisis polusi plastik, yang seringkali kompleks dan kontradiktif. Melalui survei ini, kami berusaha memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat dunia," kata Eirik.
"Kita mendesak pemerintah untuk memastikan urgensi krisis polusi plastik, yang telah merusak lingkungan, ekosistem, spesies, dan mempertaruhkan kesehatan manusia. Pada 2025, kita harus memiliki perjanjian global yang efektif untuk mengakhiri polusi plastik," lanjutnya.
(Baca: 10 Provinsi Penghasil Sampah Terbanyak 2022, Jawa Tengah Teratas)