Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 61 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 65 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (1/12/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 61 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi dan 60 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Kalimantan Barat Hasilkan Emisi CO2 dari Karhutla Terbanyak sampai Juli 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Timur sebanyak 18 titik. Maluku Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 13 titik. Sulawesi Tenggara berada di posisi ketiga sebanyak 6 titik panas.
Sebanyak 5 titik panas terdeteksi di Nusa Tenggara Timur, Riau menyusul dengan 3 titik panas, serta Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat masing-masing memiliki 3 dan 2 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Titik Panas Karhutla di Sumsel Bertambah pada Pertengahan Oktober 2023)