Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 48 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 75 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Kamis (2/1/2025) pukul 11.08 WIB. Dari 48 titik panas terdeteksi, 2 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi dan 46 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Gempa Bumi hingga Kekeringan, Ini Bencana Alam yang Sering Terjadi di Indonesia hingga Pertengahan 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Maluku Utara sebanyak 16 titik. Sumatera Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 9 titik. Riau berada di posisi ketiga sebanyak 6 titik panas.
Sebanyak 4 titik panas terdeteksi di Kalimantan Barat, Sumatera Selatan menyusul dengan 3 titik panas, serta Nusa Tenggara Timur dan Jambi masing-masing memiliki 3 dan 2 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Gempa Bumi Berkekuatan 4.5 M Guncang 14 Km Utara Dari San Carlos,)