United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) menghimpun jumlah pengungsi Palestina selama empat tahun terakhir.
Databoks mengambil statistik per kuartal II tiap tahunnya untuk mengukur perbandingan jumlah pengungsi. Pada kuartal II 2020, jumlah pengungsi terdaftar sebanyak 2,33 juta orang, Angka ini terdiri dari pengungsi di Gaza sebanyak 1,46 juta orang dan Tepi Barat sebanyak 865 ribu.
Setahun berikutnya pada periode perhitungan yang sama, jumlahnya meningkat menjadi 2,37 juta orang. Rinciannya, 1,49 juta orang dari Gaza dan 877 dari Tepi Barat.
Pada 2022, jumlahnya naik cukup signifikan menjadi 2,42 juta orang. Rinciannya, 1,53 juta berasal dari Gaza dan 891 ribu orang dari Tepi Barat.
Data terakhir kuartal II 2023 menunjukkan, total pengungsi mencapai 2,48 juta orang. Rinciannya, pengungsi dari Gaza sebanyak 1,57 juta dan Tepi Barat 904 ribu orang.
Selain pengungsi, UNRWA juga mencatat perempuan/istri bukan pengungsi, anak bukan pengungsi, warga desa perbatasan, laki-laki/suami bukan pengungsi, warga miskin, hingga anak adopsi.
Jika ditotal seluruh status itu bersama pengungsi tercatat sebanyak 2,91 juta orang pada kuartal II 2023. Jumlah ini kemungkinan bertambah drastis setelah serangan Israel kepada Palestina yang sudah berlangsung sejak 8 Oktober 2023.
Melansir CNBC Indonesia, lebih dari satu juta warga Gaza telah meninggalkan rumah mereka. Ini karena Israel membombardir, memblokade, hingga memberi ultimatum terhadap warga di wilayah itu dalam operasinya melawan militan Gaza, Hamas.
Dalam laporan terbaru Al-Jazeera, dikisahkan warga Palestina membawa barang apa pun yang mereka bisa, baik dalam tas dan koper, saat mengungsi. Barang-barang itu diangkut dengan sepeda motor roda tiga, mobil, dan bahkan kereta keledai.
Kondisi Gaza telah hancur lebur akibat serangan Israel. Serangan menyasar ke segala lini, termasuk ke sistem kesehatan hingga sumber air.
"Tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada internet. Saya merasa seperti kehilangan rasa kemanusiaan," kata warga bernama Mona Abdel Hamid, yang meninggalkan Kota Gaza ke Rafah di selatan, yang dikutip CNBC Indonesia dari AFP, Senin (16/10/2023).
(Baca juga: Israel Potong Sumber Air, Hidup Warga Palestina Makin Buruk)