Perkawinan anak di bawah umur 18 tahun merupakan pelanggaran mendasar terhadap hak asasi manusia.
Hal ini sangat berisiko membahayakan kesehatan fisik dan mental anak. Namun, sampai 2021 praktik ini masih terjadi di banyak negara.
Menurut Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), perkawinan anak perempuan di bawah umur paling banyak terjadi di Niger.
Negara di kawasan Afrika Barat itu memiliki persentase perempuan yang pernah menikah sebelum usia 18 tahun tertinggi di dunia, yakni mencapai 76%. Artinya, lebih dari setengah perempuan di Niger mengalami perkawinan usia dini.
Chad dan Republik Afrika Tengah menempati urutan selanjutnya dengan persentase sama, yakni 61%. Diikuti Mali dengan persentase perempuan yang menikah dini sebanyak 54%.
Praktik ini tidak hanya berdampak buruk bagi anak yang dikawinkan, tapi juga membawa risiko bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
Kehamilan di usia yang sangat dini juga berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu.
Anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun. Risiko kehamilan bahkan meningkat dua kali lipat pada kelompok perempuan usia 15-19 tahun.
(Baca Juga: 10 Negara Terbaik untuk Membesarkan Anak)