Industri perbankan syariah di Indonesia konsisten mencetak kinerja positif dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selama periode 2014-2023 nilai aset dan pangsa pasar perbankan syariah terus meningkat.
(Baca: Pangsa Pasar Bank Syariah Terus Tumbuh Sedekade Terakhir)
Seiring dengan itu, rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) mereka juga terus menurun.
OJK mencatat, pada 2019 NPF bruto bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) secara nasional berada di level 3,11%.
Kemudian pada tahun-tahun berikutnya NPF terus berkurang, hingga menjadi 2,04% pada akhir 2023.
"Kondisi ini menunjukkan kinerja industri perbankan syariah yang semakin pulih setelah dilanda pandemi Covid-19," kata OJK dalam Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2023.
Mengutip laporan tersebut, pada akhir 2023 nilai total pembiayaan dari perbankan syariah mencapai Rp585,46 triliun. Sekitar 51% ditujukan untuk pembiayaan konsumtif dan 49% pembiayaan produktif.
Pembiayaan konsumtif terbesar dikucurkan untuk kepemilikan rumah tinggal dengan nilai Rp132 triliun, dan pembiayaan multiguna Rp125 triliun.
Kemudian sektor produktif yang paling banyak mendapat pembiayaan syariah adalah usaha perdagangan besar dan eceran Rp55 triliun; konstruksi Rp41 triliun; industri pengolahan Rp36 triliun; pertanian, perburuan, dan perhutanan Rp29 triliun; serta transportasi, pergudangan, dan komunikasi Rp26 triliun.
(Baca: 5 Bank dan Unit Syariah dengan Aset Jumbo di Indonesia 2023)