Konsumsi Tepung Terigu Nasional Meningkat pada 2023

Produk Konsumen
1
Adi Ahdiat 18/04/2024 10:43 WIB
Rata-rata Konsumsi Tepung Terigu per Kapita di Indonesia (2016-2023)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Tepung terigu merupakan sumber karbohidrat alternatif selain beras. Komoditas ini menjadi bahan baku utama untuk makanan olahan seperti mie, roti, kue, biskuit, gorengan, dan sebagainya.

Menurut laporan Statistik Konsumsi Pangan dari Kementerian Pertanian, konsumsi tepung terigu nasional cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Sampai 2023, rata-rata masyarakat Indonesia tercatat mengonsumsi tepung terigu sekitar 2,94 kilogram per kapita per tahun.

Konsumsinya naik 6,75% dibanding 2022, sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya dalam 8 tahun belakangan.

Indonesia Berisiko Kekurangan Pasokan Terigu

Kendati ada kenaikan tren konsumsi, kini Indonesia berisiko kekurangan pasokan terigu lantaran sejumlah produsen terancam kehabisan stok bahan baku "premiks fortifikan".

Menurut Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), premiks fortifikan adalah bahan baku penolong dalam pembuatan terigu yang berfungsi memberikan zat gizi.

Ketua Umum Aptindo Farnciscus Welirang mengungkapkan, biasanya produsen terigu lokal memperoleh bahan baku tersebut melalui impor.

Namun, mulai tahun ini pasokannya bisa terhambat karena ada peraturan baru yang memperketat impor premiks fortifikan.

"Sesuai dengan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 dan Permendag Nomor 3 Tahun 2024, impor premiks fortifikan harus mendapatkan PI (Persetujuan Impor) dan LS (Laporan Surveyor) Namun, peraturan teknisnya belum ada," ujar Franciscus, dilansir Katadata, Kamis (18/4/2024).

Franciscus menjelaskan, premiks fortifikan adalah bahan baku wajib dalam pembuatan tepung terigu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tanpa bahan baku tersebut, terigu bisa kehilangan berbagai zat gizi seperti zat besi, zinc, asam folat, dan vitamin B.

Franciscus pun memperkirakan, produksi terigu nasional bisa berkurang lebih dari 50% jika belum ada solusi terkait pengadaan premiks fortifikan.

"Pilihan produsen hanya dua, yaitu menghentikan produksi terigu saat premiks fortifikan habis, atau terus memproduksi terigu tanpa premiks fortifikan yang berarti melanggar SNI," ujarnya.

(Baca: Mengapa Indofood hingga Wilmar Terancam Kehabisan Bahan Baku Terigu?)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua