Laporan International Energy Agency (IEA) mengungkapkan, volume emisi gas metana global yang terdeteksi satelit, salah satunya GHGSat, mencapai 5,2 juta ton/mt methane pada 2023.
Volume itu terdiri dari 4,3 mt methane dari aktivitas pengolahan minyak dan gas, serta 0,9 mt methane dari aktivitas batu bara.
Volume ini melampaui tahun sebelumnya hingga masa pandemi, di antaranya 3,6 mt methane pada 2020; 3,4 mt methane pada 2021; dan 3,3 mt methane pada 2022.
Emisi pada 2023 nyaris melewati capaian 2019 yang mencapai 5,3 mt methane, terdiri dari 4,6 mt methane dari minyak dan gas, serta 0,7 mt methane dari batu bara.
IEA menjelaskan, pada 2023, satelit GHGSat melakukan sekitar 13 ribu pengamatan harian di fasilitas minyak, gas, dan batu bara tertentu. Satelit ini paling sering ditugaskan untuk mengamati fasilitas di Eurasia, Amerika Utara, Timur Tengah, dan Australia.
Secara keseluruhan, satelit GHGSat mengamati sekitar 8 ribu peristiwa emisi metana dari operasi minyak dan gas dan hampir 3 ribu dari operasi batu bara.
(Baca juga: Sampah Jadi Sumber Emisi Metana Terbesar Indonesia)