Jepang sedang dilanda resesi, terindikasi dari pertumbuhan ekonominya yang negatif selama dua kuartal berturut-turut, yakni pada kuartal III dan IV 2023.
Kondisi ini tampaknya berdampak pula pada kinerja perdagangan Indonesia, mengingat Jepang merupakan salah satu tujuan ekspor nonmigas utama.
(Baca: Jepang Resesi, Kenaikan Harga Barang Melebihi Upah)
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari-Desember 2023 nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Jepang mencapai US$18,9 miliar, turun 18,59% dibanding Januari-Desember 2022 (cumulative-to-cumulative).
Penurunan pun berlanjut pada awal tahun ini. Per Januari 2024 nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Jepang hanya US$1,46 miliar, melemah 22,73% dibanding Januari 2023 (year-on-year).
Beberapa komoditas ekspor utama Indonesia ke Jepang adalah bahan bakar mineral mencakup batu bara; mesin dan peralatan listrik; perhiasan dan permata; nikel; kayu dan produk turunannya; karet dan produk turunannya; serta kendaraan dan komponennya.
Di tengah turunnya perdagangan ke Jepang, pemerintah Indonesia menyatakan akan fokus menggenjot ekspor ke 12 negara tujuan prioritas lain, yaitu Arab Saudi, Belanda, Brasil, Chile, China, Filipina, India, Kenya, Korea Selatan, Meksiko, Uni Emirat Arab, dan Vietnam.
"Produk ekspor prioritas yang ditetapkan mulai dari ikan dan olahan ikan, sarang burung walet. Kemudian kelapa dan kelapa olahan, kopi dan rempah olahan, bahan nabati dan margarin, kakao, makanan olahan, bungkil dan pakan ternak," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, disiarkan Katadata.co.id, Senin (19/2/2024).
(Baca: Inggris Resesi setelah Belanja Konsumen Menurun)