Beberapa hari menjelang pemilihan umum, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) meluncurkan film Dirty Vote: Sebuah Desain Kecurangan Pemilu 2024 di kanal YouTube mereka pada Minggu (11/2/2024).
Dirty Vote adalah film dokumenter yang mengungkap dugaan adanya penyelewengan kekuasaan pemerintah untuk memenangkan kepentingan politik tertentu dalam Pemilu 2024.
Film ini dibintangi tiga ahli hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Sutradaranya adalah Dandhy Dwi Laksono, jurnalis dan pendiri rumah produksi film dokumenter WatchDoc.
Ada beragam isu yang dibahas dalam film Dirty Vote, salah satunya tentang pembagian bantuan sosial (bansos).
Menurut Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara yang juga salah satu pendiri PSHK, anggaran bansos kerap naik menjelang pemilu.
"Kita bisa lihat statistiknya, mulai 2014, di setiap pemilu, dia (anggaran bansos) akan mendadak melonjak dibanding tahun-tahun lainnya," kata Bivitri dalam film tersebut.
Bivitri mencontohkan, sepanjang 2023, setahun menjelang Pemilu 2024, anggaran bansos dari pemerintah pusat mencapai Rp482,3 triliun.
Anggaran itu terbagi menjadi bansos beras, Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), bantuan iuran pekerja, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan subsidi lainnya seperti terlihat pada grafik.
Bivitri pun mengkritisi bansos tersebut, karena mekanisme pembagiannya dinilai sarat akan kepentingan politik.
Bivitri menjelaskan bahwa bansos sejatinya merupakan salah satu pemenuhan amanah sila ke-5 Pancasila tentang keadilan sosial, serta Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
"Kalau itu (bansos) adalah fasilitas negara, seharusnya pemberiannya juga dilakukan sesuai dengan struktur kenegaraan. Siapa yang berhak atau berwenang memberikan bansos itu? Kementerian Sosial," kata Bivitri.
Namun, menurut pemberitaan yang dihimpun tim Dirty Vote, menjelang Pemilu 2024 ini bansos sempat dibagikan oleh Zulkifli Hasan (Menteri Perdagangan sekaligus Ketua Umum PAN), dan Airlangga Hartarto (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum Golkar).
"Barangkali, kebetulan Menteri Sosial kali ini dari PDI Perjuangan, yang sedang berseberangan dengan penerus (Presiden) Jokowi," kata Bivitri.
"Bukannya bansos harus dihentikan atas nama pemilu, tapi kita harus kembalikan bahwa bansos bukan bantuan politik atau pejabat," ujarnya.
(Baca: Jokowi Gencar Bagikan Bansos Beras, Ini Provinsi dengan Beras Termahal)