Minyak bumi, gas bumi, dan batu bara adalah sumber daya energi tak terbarukan yang bisa habis jika digunakan terus-menerus.
Menurut perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), stok minyak bumi Indonesia hanya bisa diekstraksi 18 tahun lagi, sedangkan gas bumi 29 tahun, dan batu bara 62 tahun.
BPS menghitung estimasi ini dari rasio stok fisik/cadangan akhir 2022 dengan tingkat ekstraksinya dalam beberapa tahun terakhir.
(Baca: Produksi Minyak Bumi Indonesia Terus Berkurang, tapi Konsumsinya Naik)
Seiring dengan "sisa umur" minyak bumi yang pendek, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia diramalkan terus berkurang.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, pemerintah memproyeksikan porsi BBM dalam bauran energi nasional akan turun dari 3,52% (2021) menjadi 0,40% (2030).
Porsi gas bumi juga diproyeksikan turun dari 16,58% (2021) menjadi 15,44% (2030), dan batu bara berkurang dari 66,98% (2021) menjadi 59,37% (2030).
(Baca: Ini Skenario Bauran Energi Rendah Karbon Indonesia sampai 2030)
Untuk menambal berkurangnya energi fosil, pemerintah menargetkan porsi energi baru terbarukan (EBT) akan terus naik dari 12,6% (2021) menjadi 24,8% (2030).
Namun, menurut laporan Kementerian ESDM, sampai akhir 2022 pertumbuhan EBT Indonesia masih cenderung lambat.
(Baca: Pertumbuhan EBT Masih Lemah sampai 2022, Kalah dari Batu Bara)