Berteriak hingga Mimpi Buruk, Gangguan Emosional yang Dirasakan Anak Gaza 2022

Layanan konsumen & Kesehatan
1
Erlina F. Santika 24/10/2023 07:30 WIB
Gejala Gangguan Emosional yang Dirasakan Anak-Anak dan Remaja di Gaza, Palestina (2022)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Save the Children menghimpun survei terhadap gejala gangguan emosional yang dialami anak-anak dan remaja Gaza, Palestina pada 2022.

Gejala gangguan emosional terbesar yang dirasakan anak-anak Gaza adalah berteriak atau menjadi marah yang dipilih 73% responden.

Lalu sebanyak 73% responden anak juga mengalami kesulitan tidur. Disusul 70% responden anak mengalami mimpi buruk saat tidur.

Tim riset menyebut, mimpi buruk dan mengingat sesuatu yang sudah terjadi mengindikasikan kesulitan anak dalam memproses dan mengatasi peristiwa traumatis yang pernah menimpa atau mereka saksikan.

"Hal-hal tersebut dapat menyusahkan anak-anak sebagai pengalaman dini mereka, mengubah rutinitas, seperti waktu tidur, menjadi sumber penderitaan lebih lanjut," tulis tim riset.

Terakhir, sebanyak 48% responden anak kesulitan fokus di sekolah atau saat mengikuti kegiatan belajarnya.

Selain merasakan gejala tersebut, beberapa responden anak juga dilaporkan mengalami perubahan perilaku dan kebiasaan, seperti menjadi agresif, pemarah, mengompol, hingga kesulitan berkomunikasi.

Save the Children juga melaporkan bahwa kejadian traumatis dan stres akut yang dikeluarkan tubuh (psikosomatis), baik responden anak maupun dewasa, meningkat cukup signifikan, dari 49% pada 2018 menjadi 66% pada 2022.

Riset kuantitatif dilakukan pada Maret hingga April 2022. Temuan kuantitatif ini diperkuat dengan penelitian kualitatifnya.

Sebanyak 560 kuesioner kesejahteraan anak atau psikososial diisi oleh anak-anak, remaja, dan pengasuh di lima daerah, yakni Gaza Utara, Gaza, Gaza Tengah, Khan-Younis, dan Rafah. Sampel dipilih secara acak di antara anak-anak dan pengasuh mereka yang tinggal di daerah perkotaan, perdesaan, pengungsian, dan daerah dengan akses terbatas.

Survei kuantitatif dilakukan terhadap 400 anak usia 12–17 tahun dengan komposisi 48% perempuan dan 52% laki-laki. Survei juga menyasar 160 orang tua dan pengasuh, terdiri dari 50% perempuan, 50% laki-laki.

Selanjutnya untuk riset kualitatif 2022, dilakukan dengan wawancara sebanyak 12 sesi terhadap delapan anak dan empat pengasuh. Ada pula 10 sesi focus group discussion (FGD) yang dilakukan dengan 80 anak berusia antara 12 dan 17 tahun, 40% di antaranya adalah perempuan.

Wawancara dilakukan terhadap sepuluh informan kunci, termasuk dengan spesialis DKJPS, serta organisasi masyarakat sipil dan internasional terkait yang bekerja di lapangan.

(Baca juga: Banyak Anak Gaza yang Hidup dalam Depresi hingga Ketakutan pada 2022)

Data Populer
Lihat Semua