Menurut data International Monetary Fund (IMF), nilai subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara global mencapai US$287 miliar pada 2022. Nilai ini meliputi subsidi bensin, minyak diesel, minyak tanah, dan produk minyak bumi lainnya di 168 negara.
Adapun angka tersebut hanya mencakup subsidi eksplisit untuk konsumen, tanpa memperhitungkan subsidi untuk produsen, ataupun subsidi implisit seperti keringanan pajak konsumsi, pembebasan pajak lingkungan, dan berbagai dukungan fiskal lain untuk penggunaan BBM.
(Baca: Subsidi Bahan Bakar Fosil Global Meningkat pada 2022, Tembus Rekor Baru)
Pada 2022 Arab Saudi menjadi negara pemberi subsidi BBM terbesar di dunia yang nilainya US$65,13 miliar.
Sementara Indonesia berada di peringkat ke-3 global. Menurut IMF, sepanjang 2022 nilai subsidi BBM di Indonesia mencapai US$25,74 miliar, terdiri dari:
- Subsidi bensin: US$6,69 miliar
- Subsidi diesel: US$12,10 miliar
- Subsidi minyak tanah: US$3,09 miliar
- Subsidi produk minyak bumi lainnya: US$3,86 miliar
Adapun kini IMF mendorong negara-negara untuk mengevaluasi kebijakan subsidi energi fosil, demi mengurangi pencemaran udara dan mengantisipasi krisis iklim.
"Penghapusan subsidi eksplisit untuk bahan bakar fosil, serta penerapan pajak korektif seperti pajak karbon, bisa mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) global hingga 43% pada 2030," kata tim riset IMF dalam laporan IMF Fossil Fuel Subsidies Data: 2023 Update.
Namun, penghapusan subsidi akan berdampak pada kenaikan harga bahan bakar, yang kemudian rawan memicu gejolak sosial-ekonomi-politik di banyak negara.
Karena itu IMF merekomendasikan agar penghapusan subsidi diiringi kebijakan perlindungan bagi masyarakat berpendapatan rendah.
"Penghapusan subsidi bahan bakar bisa jadi masalah rumit. Pemerintah harus merancang, mengomunikasikan, dan melaksanakan reformasi harga bahan bakar dengan hati-hati, sebagai bagian dari paket kebijakan komprehensif dan mengedepankan aspek manfaatnya," kata tim IMF.
(Baca: BBM Kelas Pertalite Sudah Ditinggalkan Banyak Negara Asia Pasifik)