Menurut data Global Energy Monitor, sampai akhir semester I 2023 ada 6.550 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang beroperasi di seluruh dunia, dengan kapasitas total 2.095 gigawatt (GW).
Angka tersebut merupakan total kapasitas PLTU yang beroperasi, baik milik lembaga pemerintah maupun swasta, tanpa menghitung PLTU yang masih dalam tahap konstruksi atau PLTU non-aktif.
(Baca: Emisi Karbon Global Naik Lagi pada 2022, Pecahkan Rekor Baru)
Pada akhir semester I 2023 Tiongkok menjadi negara dengan kapasitas PLTU batu bara terbesar, yakni sekitar 1.108 GW.
Sementara Indonesia berada di peringkat ke-5 global dengan kapasitas PLTU batu bara 45,35 GW.
Negara lain yang kapasitas PLTU batu baranya tergolong paling besar adalah India, Amerika Serikat, Jepang, Afrika Selatan, Jerman, Korea Selatan, Rusia, dan Polandia, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
"Pembangkit listrik berbasis batu bara adalah sumber emisi CO2 sektor energi utama secara global," kata tim Global Energy Monitor dalam laporan Boom and Bust Coal 2023.
"Demi mencapai tujuan Perjanjian Iklim Paris dalam membatasi pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celcius, mengurangi penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik adalah langkah terpenting," lanjutnya.
Menurut Global Energy Monitor, untuk memenuhi Perjanjian Paris, kelompok negara maju anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) harus mengurangi operasi PLTU batu bara dengan total penurunan kapasitas 60 GW per tahun sampai 2030.
Kemudian kelompok negara non-OECD, termasuk Indonesia, secara kumulatif perlu mengurangi operasi PLTU batu bara 91 GW per tahun sampai 2040.
Namun, Global Energy Monitor menilai pelaksanaan komitmen tersebut masih jauh dari harapan.
"Meski pada 2022 ada penurunan penggunaan pembangkit listrik batu bara di beberapa kawasan, dunia saat ini tidak berada di jalur yang benar untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris," kata mereka.
(Baca: Bencana Alam Terkait Perubahan Iklim Meningkat di Skala Global)