Banyak pengusaha yang sudah menanam investasi di rantai pasok pembuatan kendaraan listrik di Indonesia.
Ini terlihat dari hasil analisis Institute for Essential Services Reform (IESR) yang mengolah data Rigel Capital 2022 dan Indonesia Battery Corporation (IBC) 2021.
Laporan tersebut menunjukkan, nilai investasi untuk produksi baterai kendaraan listrik mencapai US$15 miliar atau Rp224,83 triliun (asumsi kurs Rp14.988 per US$, 31 Mei 2023). Ini menjadi komponen yang paling banyak ditanami modal oleh investor.
Kedua, Original Equipment Manufacturer (OEM) yang senilai US$5,2 miliar atau Rp77,94 triliun. OEM mengacu pada perusahaan pembuat komponen yang kemudian akan menjual kembali barangnya ke perusahaan lain.
Ketiga adalah pertambangan untuk kendaraan listrik, dengan nilai US$160 juta atau Rp2,39 triliun. Keempat, yang paling sedikit adalah pabrik daur ulang sebesar US$30 juta atau Rp449,66 miliar.
Namun, tim riset menyebut rantai pasok kendaraan listrik domestik sebenarnya belum terintegrasi.
"Sekira US$20 miliar telah diinvestasikan di seluruh rantai pasokan, tetapi beberapa produsen baterai dan pabrik daur ulang tidak akan beroperasi, setidaknya hingga 2025," tulis tim dalam laporannya.
Untuk membuka potensi menjadi pusat manufaktur kendaraan listrik, tim menilai pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri hulu kendaraan listrik guna membantu industri menjadi lebih kompetitif, mempercepat penurunan harga, dan menciptakan efek ganda yang besar pada perekonomian.
"Saat ini, insentif hulu yang ada terbatas pada pengurangan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk pembiayaan kendaraan listrik (produksi dan pembelian) dari 75% menjadi 50%," kata tim riset.
Berbagai bentuk insentif telah diterapkan di pasar kendaraan listrik yang lebih maju untuk mendorong industri manufaktur, seperti Insentif Terkait Produksi Sel Kimia Lanjutan (ACC PLI) di India.
Tim menjelaskan, India membebaskan pajak, tarif, dan bea untuk industri baterainya. Di tingkat daerah, kebijakan ini dipadukan dengan paket tunjangan penciptaan lapangan kerja.
(Baca juga: Harga Mahal hingga Masalah Pengisian Baterai, Ini Kendala Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia)