Kota-kota dengan ketahanan pangan terendah nasional umumnya berada di Pulau Sumatra. Hal ini terlihat dari laporan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang bertajuk Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Tahun 2022 (Data Indikator Tahun 2021).
Menurut UU No. 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Bapanas mengukur indeks ketahanan pangan di 98 kota Indonesia berdasarkan delapan indikator utama, yakni:
- Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan;
- Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan >65% terhadap total pengeluaran;
- Persentase rumah tangga tanpa akses listrik;
- Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih;
- Angka harapan hidup pada saat lahir;
- Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk;
- Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun; dan
- Persentase balita dengan tinggi badan di bawah standar (stunting).
Berbagai indikator itu kemudian diolah menjadi skor berskala 0-100. Semakin tinggi skornya, ketahanan pangan suatu kota diasumsikan semakin tinggi, dan begitupun sebaliknya.
Dengan metode tersebut, Kota Subulussalam yang terletak di Provinsi Aceh meraih skor 23,93, paling rendah di antara 98 kota yang diriset.
Adapun dari 10 kota dengan indeks ketahanan pangan terendah nasional, 7 di antaranya berada di Pulau Sumatra dengan rincian seperti terlihat pada grafik di atas.
(Baca: 17 Juta Warga RI Kurang Gizi, Tertinggi di Asia Tenggara)
Kendati demikian, menurut Bapanas, dari daftar di atas hanya ada 4 kota yang masuk kategori rentan mengalami kerawanan pangan, yakni Kota Subulussalam (Aceh), Gunung Sitoli (Sumatra Utara), Pagar Alam (Sumatra Selatan), dan Tual (Maluku).
Kota yang dinilai rentan rawan pangan umumnya memiliki angka prevalensi balita stunting yang buruk, persentase rumah tangga tanpa akses air bersih yang tinggi, dan besarnya persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Bapanas pun memberi sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan kota-kota rentan, mulai dari penyuluhan gizi, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan akses air bersih, sampai pengembangan cadangan pangan perkotaan.
"Pemerintah daerah diharapkan menindaklanjuti upaya-upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan dengan melibatkan partisipasi aktif swasta atau BUMN, akademisi, dan seluruh komponen masyarakat," kata Bapanas dalam laporannya.
"Sinergi ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi anggaran dan tenaga kerja serta mempercepat pencapaian tujuan akhir program," lanjutnya.
(Baca: Kerawanan Pangan Global Kian Memburuk, Apa Penyebabnya?)