Aktivitas masyarakat di internet kini semakin beragam. Pertukaran informasi juga semakin mudah terjadi. Lantaran banyak informasi yang muncul, banyak pula disinformasi yang beredar, sehingga muncul berita bohong atau hoaks.
Dalam survei bertajuk "Status Literasi Digital Indonesia 2021", Kominfo dan Katadata Insight Center (KIC) melakukan kajian terkait pengalaman dan kemampuan pengguna internet di Indonesia dalam menghadapi hoaks.
Sebanyak 45,5 persen responden menjawab ‘antara yakin dan tidak yakin’ atau ragu, ketika ditanya seberapa yakin mereka dapat mengidentifikasi berita atau informasi yang salah bahkan berita bohong. Jawaban terbanyak kedua adalah 26,3 persen yakin.
Jawaban ketiga terbanyak atau 19 persen, yakni tidak yakin, selanjutnya 5,3 persen sangat yakin, dan 3,5 persen sangat tidak yakin. Alhasil, hampir separuh responden mengaku ragu dalam mengidentifikasi hoaks.
Melihat hasil kajian tersebut, Dirjen Aptika Komunfo Semuel A. Pangarepan menyebutkan, literasi digital menjadi kunci agar individu dapat mampu menggunakan perangkat teknologi informasi serta bijak dalam bersikap di ruang digital.
“Literasi digital mampu mengatasi masalah yang timbul karena tidak memahami apa itu ruang digital dan bagaimana beraktivitas di ruang ini,” ucapnya dalam sebuah webinar Siberkreasi Hangot Online, Sabtu (16/1/2021).
Agar terhindar dari hoaks, masyarakat perlu melakukan verifikasi ulang informasi yang didapat. Terdapat beberapa fitur di internet yang dapat digunakan untuk memverifikasi sejumlah berita. Pertama, fitur Google News dengan memasukkan berita yang akan dicari pada kolom pencarian.
Kedua, menggunakan fitur Fact Check Tools untuk mengetahui kebenaran sebuah topik. Ketiga, sejumlah situs seperti Snopes.com dan Google Fact Check Explorer.