Menurut Japan Center for Economic Research (JCER), inflasi merupakan risiko ekonomi terbesar yang dihadapi negara-negara Asia dalam setahun ke depan.
Sedangkan faktor risiko lainnya, seperti kebijakan moneter Amerika Serikat, perlambatan ekonomi China, depresiasi mata uang, ataupun pandemi Covid-19 dinilai memiliki tingkat risiko lebih rendah bagi sejumlah negara di Asia.
Hal ini tercatat dalam laporan bertajuk JCER/Nikkei Consensus Survey on Asian Economies yang dirilis Senin (4/7/2022). Laporan JCER disusun berdasarkan survei terhadap pakar ekonomi di lima negara terbesar Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, serta ditambah India.
Dari survei tersebut JCER menilai Indonesia menghadapi risiko inflasi tinggi dalam setahun ke depan, dengan skor risiko 78 poin dalam skala 0-100. Skor ini menempatkan Indonesia di posisi "alarming" atau mengkhawatirkan.
Ada pula sejumlah negara yang menghadapi risiko inflasi lebih tinggi, yaitu Filipina dengan skor risiko 93 poin dan India 87 poin. Kedua negara ini juga berada di posisi "alarming" dalam hal inflasi.
Sementara itu Malaysia, Thailand, dan Singapura menghadapi risiko inflasi yang sedikit lebih rendah, dengan kisaran skor risiko 55-67 poin. Skor ini menempatkan mereka di level "cautious" atau waspada.
"Dengan laju inflasi yang diperkirakan meningkat, sebagian bank di negara-negara Asia menaikkan suku bunga acuan dan mengubah kebijakan moneter akomodatif mereka. Para ahli ekonomi memprediksi peningkatan suku bunga di sebagian negara Asia akan terus berlanjut sampai 2023," tulis JCER dalam laporannya.
Pendapat serupa juga dinyatakan Wisnu Wardana, ekonom Bank Danamon yang menjadi salah satu responden survei JCER.
"Dengan inflasi yang meningkat, Bank Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan suku bunga di kuartal ketiga 2022," ujar Wisnu Wardana dalam survei tersebut.
(Baca Juga: Inflasi Tahunan RI Capai 4,35% di Juni 2022, Tertinggi dalam 5 Tahun Terakhir)