Pemerintah mengalokasikan pembayaran bunga utang sebesar Rp 405,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Alokasi ini meningkat 10,8% dari outlook 2021 yang sebesar Rp 366,2 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 393,7 triliun dan luar negeri Rp 12,2 triliun.
(Baca: Utang Pemerintah Meningkat 33% selama Pandemi Covid-19)
Perhitungan besaran pembayaran bunga utang 2022 terdiri dari tiga hal. Pertama, outstanding utang berasal dari akumulasi utang tahun sebelumnya, termasuk tambahan utang untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Kedua, rencana penambahan utang 2022. Ketiga, adanya rencana program pengelolaan portofolio utang (liabilities management).
Kementerian Keuangan dalam laporannya juga menjelaskan asumsi perhitungan besaran pembayaran utang. Asumsi ini terdiri dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tingkat bunga Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun yang menjadi acuan bunga untuk instrument Surat Berharga Negara (SBN), dan referensi suku bunga pinjaman serta asumsi spread-nya. Kemudian, pembayaran utang didasarkan atas asumsi diskon penerbitan SBN dan perkitaan biaya pengadaan utang baru.
Pembayaran bunga utang dalam RAPBN 2022 diarahkan untuk memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang. Selain itu, pembayaran bunga utang juga untuk meningkatkan efisiensi bunga utang pada tingkat risiko yang terkendali melalui pemilihan komposisi utang dan pengelolaan portofolio yang optimal.