Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi hingga mendekati level Rp 15 ribu rupiah/dolar Amerika Serikat memunculkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan mengalami krisis seperti pada 1998. Ditambah lagi dengan isu pelemahan rupiah yang dijadikan alat untuk mencari popularitas menjelang tahun politik. Terjadinya krisis di Venezuela, Argentina dan Turki menambah kecemasan keyakinan krisis tersebut bakal merembet ke Indonesia. Padahal inflasi dan ekonomi Indonesia saat ini cukup terkendali.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik fundamental ekonomi Indonesia 1998 berbeda dengan kondisi 2018. Pada saat terjadi krisis moneter, terjadi lonjakan harga-harga barang yang ditandai dengan inflasi hingga di atas 77%. Kemudian pertumbuhan ekonomi domestik mengalami kontraksi (tumbuh negatif) hingga 13%. Lumpuhnya perekonomian nasional akibat kerusuhan yang terjadi hampir di seluruh wilayah membuat inflasi dan ekonomi tidak terkendali.
Meskipun rupiah saat ini sempat terdepresiasi ke level terburuknya dalam 20 tahun terakhir, fundamental ekonomi Indonesia saat ini tetap terkendali. Ekonomi domestik masih tumbuh 5% dan inflasi sangat terkendali kisaran 3% seperti terlihat pada grafik di bawah ini. Demikian pula cadangan devisa Indonesia yang mencapai US$ 117,93 miliar atau setara (Rp 1.745,73 triliun) masih cukup untuk membiayai 6,6 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo. Angka tersebut masih di atas ketentuan standar internasional yang hanya sebesar 3 bulan.