Neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan periode Januari-Juli terjadi defisit US$ 3,09 miliar atau sekitar Rp 46 triliun. Meningkatnya permintaan impor barang yang lebih besar dibanding hasil ekspor membuat neraca perdagangan nasional mencatat defisit dalam lima bulan sepanjang tahun ini.
Demikian pula transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 13,75 miliar setara Rp 205 triliun sepanjang semester pertama tahun ini. Pada triwulan pertama terjadi defisit US$ 5,71 miliar dan triwulan kedua sebesar US$ 8,03 miliar. Defisit transaksi berjalan terbesar disumbang dari transaksi pendapatan primer, yakni mencapai US$ US$ 8,15 miliar dan transaksi jasa-jasa US$ 1,79 miliar. Sedangkan transaksi pendapatan sekunder mencatat surplus US$ 1,63 miliar dan transaksi barang US$ 286 juta. Sebagai informasi, transaksi berjalan selalu mengalami defisit sejak triwulan IV 2011.
Terjadinya defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan membuat pasokan dolar Amerika Serikat di pasar domestik seret. Selain karena devisa hasil ekspor berkurang, para eksportir juga enggan melepaskan dolar AS yang mereka miliki. Ditambah lagi meningkatnya pembayaran pendapatan investasi portofolio asing dalam bentuk dividen serta pembayaran bunga pinjaman luar negeri membuat kebutuhan dolar AS semakin meningkat. Ini yang menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.