Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (8/5) ditutup melemah Rp 56 (0,4 %) ke level 14.001 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini pertama kalinya rupiah ditutup di atas Rp 14.000/dolar AS sejak 18 Desember 2015. Pada perdagangan Rabu (9/5) hingga pukul 11:47 WIB, nilai tukar rupiah ditransaksikan kembali melemah Rp 51 (0,36%) ke level Rp 14.051/dolar AS. Bahkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di Rp 14.074/dolar AS.
Adanya ketidakpastian di pasar finansial global terkait masih adanya potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) memicu kenaikan dolar terhadap mata uang utama dunia. Imbasnya, mata uang Asia, termasuk rupiah melemah. Indeks dolar AS pada perdagangan (9/5) di pasar Asia berada di level 93,206, yang berarti naik 1,17% dari posisi akhir tahun lalu di 92,124.
Dari sisi fundamental rupiah sebenarnya tidak ada masalah. Pertumbuhan ekonomi domestik masih di sekitar lima persen. Laju inflasi masih terkendali, di mana inflasi tahun kalender Januari-Mei hanya 1,09% dan inflasi tahunan 3,41%. Selain itu, cadangan devisa Bank Indonesia hingga akhir April 2018 mencapai US$ 124,86 miliar yang cukup untuk membiayai 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.