Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) baru menyerap 143 ribu ton beras sejak panen raya (Januari-Maret) hingga pada 11 April 2023.
Dilansir dari Katadata, jumlah penyerapan tersebut begitu rendah dan tidak mencukupi kebutuhan penyaluran Bulog, baik bantuan pangan maupun stabilisasi pasokan dan harga pangan atau operasi pasar.
"Dari awal panen raya hingga saat ini, kami sudah menyerap sebanyak 143.000 ton, dan akan terus kami usahakan agar bisa menyerap lebih banyak," ujar Budi Waseso, Direktur Utama Perum Bulog, di Jakarta Utara, Rabu (13/4/2023).
Buwas, sapaannya, mengakui bahwa angka penyerapan tersebut sangat rendah. Pasalnya, Bulog diminta menyerap 2,4 juta ton beras hingga akhir 2023. Sebanyak 70% atau 1,68 juta ton dari target tersebut harus diserap saat panen raya.
Jumlah penyerapan tersebut pun masih jauh di bawah kebutuhan bantuan pangan berupa beras yang direncanakan sebesar 640 ribu ton per tiga bulan saat ini.
Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan, penyerapan beras Bulog memang kerap turun selama lima tahun terakhir.
Pada 2018, penyerapan Bulog sebesar 1.488.584 ton, pada 2019 sebesar 1.201.264 ton.
Sementara pada 2020 sebesar 1.256.507 ton dan 2021 sebesar 1.216.311 ton. Adapun penyerapan Bulog Januari-November 2022 mencapai 900.802 ton.
Dwi Andreas, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, mengatakan bahwa rendahnya stok Bulog tersebut terjadi saat panen raya di saat pasokan beras dari petani melimpah. Itu artinya, serapan gabah atau beras dari petani sangat rendah.
Dwi mengatakan, stok beras yang rendah tersebut seharusnya tidak terjadi karena sudah ditopang impor beras yang masuk awal 2023.
"Berarti ada masalah yang krusial sehingga serapan Bulog dari hasil produksi petani dalam negeri amat sangat rendah," kata Dwi.
(Baca juga: Setahun Jelang Pemilu, Impor Beras Indonesia Melonjak)