Pembangunan lumbung pangan nasional terintegrasi alias food estate singkong di Kalimantan Tengah mangkrak. Kementerian Pertahanan, sebagai leading sector, mengaku mandeknya program ini karena belum adanya pendanaan untuk melanjutkan program.
Hal itu telah dikonfirmasi pemerintah kepada tim investigasi lapangan food estate yang terdiri dari Pantau Gambut, Walhi Kalimantan Tengah, dan BBC Indonesia.
Juru Kampanye Pantau Gambut, Wahyu Perdana menyebut, program yang sudah terseok-seok ini selain belum memberikan hasil, juga tidak kunjung melakukan evaluasi dan upaya korektif.
Padahal, merujuk pada studi Pantau Gambut tahun sebelumnya, sebanyak 3.964 hektare lahan di tiga kabupaten, yakni Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas terindikasi kehilangan tutupan pohon untuk menjalankan program ini.
Tim pun memperbarui data dengan memantau sebaran lokasi desa yang mengalami kehilangan tutupan pohon di dalam kawasan no-go zone tahun ini.
Kawasan no-go zone merupakan hasil analisis World Resources Institute (WRI) dalam memetakan kawasan indikatif yang seharusnya dilindungi, sehingga area ini perlu dihindari untuk pengembangan Food Estate.
Adapun hasilnya, terdapat dua desa di Kabupaten Pulang Pisau yang berada dalam kawasan no-go zone tetapi masuk ke dalam area rencana ekstensifikasi sawah food estate, yaitu Desa Pilang dan Desa Jabiren.
(Baca juga: Ketahanan Pangan Indonesia Masih Kalah dari Singapura)
"Hasil verifikasi citra satelit pada kedua desa tersebut menunjukan penampakan perubahan bentang lahan yang membentuk pola perkebunan atau ladang di dalam kawasan no-go zone," tulis tim dalam laporannya.
Selain itu, di Desa Pilang, tim melihat munculnya pola baru di atas hutan rawa sekunder. Sedangkan di Desa Jabiren, pola baru juga muncul di lahan yang masuk dalam area hutan lindung gambut dengan kedalaman 2-3 meter.
"Dengan kondisi tersebut, pelanggaran jelas terjadi karena seharusnya pembukaan hutan tidak terjadi di kedua area ini," tulis tim.
Adapun luas Desa Pilang mencapai 137 hektare. Sementara Desa Jabiren mencapai 96 hektare.
Tim mengindikasikan tak hanya 2 desa yang terdampak, tetapi masih ada 8 lainnya.
Desa yang paling luas berpotensi kehilangan tutupan pohon adalah Humbang Rayang di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dengan luas 459 hektare.
Kemudian ada Pilang Munduk dengan luas 213 hektare. Disusul Tumbang Jalemu dengan luas 192 hektare. Sisanya terlampir pada poin di bawah dan grafik di atas.
Pemantauan mencakup 10 desa dengan indikasi kehilangan tutupan pohon terluas untuk dilakukan verifikasi lanjutan menggunakan citra satelit.
Penentuan kawasan ini didasarkan pada tiga kriteria, yaitu lahan gambut dengan kedalaman sedang sampai sangat dalam (>1 meter); lahan gambut bervegetasi, baik hutan primer maupun hutan sekunder; serta lahan dengan status kawasan lindung.
Data ini dikoleksi pada Januari- Oktober 2022. Sumber data yang digunakan adalah GLAD Alert University of Maryland dan RADD Alert Wageningen University and Research.
Berikut 10 desa dengan indikasi kehilangan tutupan pohon terluas di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah, periode Januari–Oktober 2022 akibat food estate.
- Humbang Raya 459 hektare
- Pilang Munduk 213 hektare
- Tumbang Jalemu 192 hektare
- Pilang 137 hektare
- Tanjung Untung 135 hektare
- Jabiren 96 hektare
- Talangkah 86 hektare
- Parempei 77 hektare
- Tumbang Kajuei 77 hektare
- Kantan Atas 74 hektare
(Baca juga: Ketahanan Pangan Indonesia Melemah pada 2021)