Pemerintah mengajak Singapura untuk bekerja sama mengembangkan perkebunan pangan terintegrasi atau food estate di Indonesia.
Dalam keterangan resminya, Selasa (22/3), Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa kerja sama food estate ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, sekaligus menjaga keamanan pangan.
Menurut data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada 2021 memang masih berada di bawah Singapura.
GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2021 berada di level 59,2, sedangkan Singapura berada di level 77,4 dan menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.
Jika dilihat secara global, ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 113 negara, sedangkan Singapura berada di peringkat ke-2.
GFSI juga mencatat pada 2021 ketahanan pangan Indonesia masih berada di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Berikut daftar lengkap indeks ketahanan pangan negara Asia Tenggara menurut GFSI tahun 2021:
- Singapura: 77,4
- Malaysia: 70,1
- Thailand: 64,5
- Vietnam: 61,1
- Filipina: 60
- Indonesia: 59,2
- Myanmar: 56,7
- Kamboja: 53
- Laos: 46,4
GFSI mengukur ketahanan pangan negara-negara dari empat indikator besar, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), serta ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).
Menurut penilaian GFSI, harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Namun, infrastruktur pertanian pangan Indonesia masih di bawah rata-rata global. Standar nutrisi dan keragaman makanan pokok juga masih dinilai rendah.
Sumber daya alam Indonesia juga dinilai memiliki ketahanan yang buruk karena belum dilindungi kebijakan politik yang kuat, serta rentan terpapar bencana terkait perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan pencemaran lingkungan.
(Baca Juga: Ketahanan Pangan Indonesia Melemah pada 2021)