Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan bertajuk “Distribusi Perdagangan Komoditas Cabai Merah Indonesia 2022” melaporkan Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) yang diterima pedangan cabai merah di Indonesai pada 2021 adalah sebesar 40,41%.
Ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga cabai merah di Indonesia dari produsen sampai ke konsumen akhir di Indonesia adalah sebesar 40,41% dengan melibatkan dua pelaku usaha distribusi perdagangan utama, yakni pedagang pengepul dan pedagang eceran.
Kenaikan harga cabai di rantai distribusi pada 2021 tersebut turun 20,9% dibanding pada 2019 yang mencapai 61,31%. Rinciannya, kenaikan harga di tingkat pedagang pengepul turun menjadi 17,42% pada 2021 dibanding 2019 sebesar 30,93%. Demikian pula di tingkat pedangan eceran turun menjadi 19,58% dari sebelumnya sebesar 23,2%.
Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi dengan MPP komoditas cabai merah tertinggi, yakni sebesar 127,01% pada 2021. Artinya, harga cabai merah di wilayah NTT mengalami kenaikan 127,01% dari produsen hingga ke tangan konsumen yang melalui 3 mata rantai utama.
Sedangkan provinsi dengan MPP komoditas cabai merah berikutnya adalah Kepulauan Bangka Belitung,yakni sebesar 117,01%. Dikuiti Kalimantan Utara sebesar 115,85%, Papua Barat sebesar 90,85%, Kalimantan Barat sebesar 81,02%.
Setelahnya ada Kalimantan Selatan dengan MPP cabai merah sebesar 72,04%, Maluku sebesar 63,31%, Maluku Utara sebesar 60,85%, DKI Jakarta sebesar 59,62%, serta Jawa Barat sebesar 59,2%.
MPP adalah selisih antara nilai penjulaan dengan nilai pembelian yang mengikutsertakan biaya pengangkutan. MPP ini menggambarkan kenaikan harga cabai merah dari produsen hingga ke konsumen akhir yang dihitung berdasarkan rasio MPP pelaku usaha perdagangan yang terlibat dalam suatu jalur distribusi.
(Baca: Harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta Rp 133,4 Ribu per Kg (Selasa, 11 Oktober 2022))
Berikut ini daftar MPP komoditas cabai dari produsen hingga ke konsumen akhir pada 2021:
- Nusa Tenggara Timur: 127,01%
- Kep, Bangka Belitung: 117,96%
- Kalimantan Utara: 115,85%
- Papua Barat: 90,82%
- Kalimantan Barat: 81,02%
- Kalimantan Selatan: 72,04%
- Maluku: 63,31%
- Maluku Utara: 60,86%
- Dki Jakarta: 59,62%
- Jawa Barat: 59,20%
- Riau: 58,30%
- Bengkulu: 57,61%
- Sulawesi Tengah: 55,45%
- Sulawesi Tenggara: 48,94%
- Sulawesi Utara: 44,31%
- Jawa Timur: 43,62%
- Papua: 43,28%
- Kalimantan Timur: 39,52%
- Sumatera Utara: 39,17%
- Banten: 38,66%
- Kalimantan Tengah: 37,36%
- Jawa Tengah: 36,14%
- Aceh: 34,80%
- DI Yogyakarta: 33,78%
- Sumatera Barat: 32,45%
- Kep, Riau: 31,80%
- Nusa Tenggara Barat: 27,85%
- Sumatera Selatan: 27,75%
- Sulawesi Selatan: 27,10%
- Jambi: 25,90%
- Lampung: 24,17%
- Bali: 23,18%
- Gorontalo: 22,48%
- Sulawesi Barat: 14,78%
- Indonesia: 40,41%