Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mengalami pembengkakan biaya (cost overrun). Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar US$6,1 miliar dengan alokasi US$4,8 miliar untuk komponen konstruksi (Engineering-Procurement-Construction/EPC) dan US$1,3 miliar non-EPC. Kemudian, pihak Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengestimasikan terdapat pembengkakan biaya sebesar US$2,5 miliar menjadi US$8,6 miliar pada November 2020 karena adanya kenaikan dari EPC menjadi US$6,4 miliar dan non-EPC menjadi US$2,2 miliar.
Setelah itu, pihak manajemen KCIC terbaru menekan estimasi nilai pembengkakan biaya menjadi US$8 miliar. Artinya pembengkakan biaya dari estimasi terbaru terhadap biaya awal sebesar US$1,9 miliar. Kendati nilai pembengkakan biaya menurun, tetapi masih terdapat kenaikan dari EPC menjadi US$6 miliar dan non-EPC menjadi US$2 miliar.
Terdapat lima penyebab pembengkakan proyek kereta cepat. Pertama, adanya kenaikan dari EPC sekitar US$ 600 juta hingga US$1,2 miliar. Itu terjadi karena adanya kenaikan harga sebesar US$500 juta hingga US$1,1 miliar, adanya relokasi jalur utilitas, fasiiltas umum, dan fasilitas sosial US$100 juta, dan pekerja tambahan sebesr US$50 juta hingga US$100 juta.
Kedua, adanya pembebasan lahan dengan kenaikan US$300 juta. Total area lahan yang dibebaskan naik 31% menjadi 7,6 juta m2, sedangkan total biaya naik 35% dari alokasi anggaran awal. Selain itu belum semua lahan selesai dibebaskan dari Juni 2018 hingga 2019 sehingga menyebabkan keterlambatan penyeragan lahan kepada kontraktor.
Ketiga, adanya pembengkakan biaya keuangan sebesar US$200 juta. Hal ini disebabkan keterlambatan proyek sehingga beban keuangan interest during construction membengkak.
Keempat, kenaikan sebesar US$200 juta pada biaya kantor pusat dan pra operasi. Kenaikan ini juga disebabkan karena adanya keterlambatan proyek. Selain itu, biaya konsultan keuangan, pajak, dan hukum belum dianggarkan.
Terakhir, biaya lainnya seperti biaya GSM-R (Global System For Mobile Communication-Railway) dengan Telkomsel untuk keperluan komunikasi belum dianggarkan. Biaya lainnya mengalami kenaikan US$ 50 juta.
Indonesia diestimasikan menanggung Rp 4,1 triliun pembengkakan biaya proyek. Biaya ini diusulkan untuk dipenuhi melalui Penyertaan Modal Negara (PMN)