Laporan kolaborasi Google, Temasek, Bain & Company menunjukkan nilai investasi khusus startup education technology (edutech) di kawasan SEA atau Asia Tenggara mencapai US$100 juta pada pertengahan 2022.
Angka itu turun dari pendanaan pada 2021 yang sebesar US$500 juta. Rinciannya, semester I 2021 sebesar US$200 juta dan semester II US$300 juta.
Pendanaan 2021 menjadi yang tertinggi bila dibanding pra-pandemi pada 2019 sebesar US$200 juta. Sementara pendanaan pada 2020 sebesar US$300 juta.
Tim riset menyebut, pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19 justru membuat churn rates tinggi. Churn rates adalah tingkat ukuran pelanggan yang berhenti menggunakan suatu produk.
"Penyerapan kursus-kursus baru yang lebih rendah, dan pengeluaran rata-rata yang berkurang, menyebabkan investor mendekati teknologi pendidikan dengan hati-hati dan beralih ke sektor-sektor seperti SaaS dan Web3," tulis tim riset dalam laporannya.
Tantangan perluasan skala bagi sektor ini adalah memperbaiki kualitas bahan pengajaran yang lebih tinggi dan pengalaman belajar yang terintegrasi secara mulus ke dalam pembelajaran tradisional, sekaligus memastikan keamanan dan privasi para pengguna.
Sebelumnya, startup edutech Indonesia, Zenius, tutup sementara setelah 20 tahun beroperasi. Kabar ini berhembus kencang di media sosial, setelah akun informasi tentang startup, Ecommurz, mengunggah tangkapan layar atau screenshot siaran pers penutupan Zenius.
Melansir Katadata, dalam siaran pers tersebut Zenius disebut menghadapi masalah operasional. Zenius lantas mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasional sementara. Namun, Zenius menjamin bahwa pihaknya tetap akan berkarya untuk Indonesia.
(Baca juga: Tren Kunjungan Situs Zenius, Startup yang Tutup Setelah 20 Tahun Beroperasi)