Motif Pelanggaran Kebebasan Berekspresi di Ranah Digital Indonesia Q2 2025

Pemantauan media dan platform aduan Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet pada April-Juni (kuartal II/Q2) 2025, mencatat 29 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital Indonesia.

Secara bulanan, pada April terdapat 14 kasus kebebasan berekspresi di ranah digital, Mei sebanyak 7 kasus, dan Juni sebanyak 8 kasus. Dari jumlah tersebut, terlapor atau korban mencapai 36 orang.

“Jumlah ini turun sebanyak 5 kasus dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebanyak 34 kasus. Namun, dari sisi terlapor, jumlahnya naik sebanyak 4 orang dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu 32 orang,” ucap SAFEnet dalam laporan yang diluncurkan pada Rabu (30/7/2025).

Pada kuartal II 2025, motif atau isu personal paling banyak melatarbelakangi pelanggaran kebebasan berekspresi dengan total sebanyak 7 kasus. Sementara motif politik sebanyak 6 kasus.

(Baca: Mahasiswa Jadi Korban Serangan Digital Terbanyak di RI Kuartal II 2025)

Berikut motif atau isu yang melatarbelakangi pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital pada kuartal II 2025:

• Personal: 7 kasus
• Politik: 6 kasus
• Faktor identitas sosial: 3 kasus
• Korupsi/kolusi/nepotisme (KKN): 3 kasus
• Agraria/lingkungan: 2 kasus
• Ekonomi: 2 kasus
• Pelayanan publik: 2 kasus
• Kekerasan: 1 kasus
• Kekerasan seksual: 1 kasus
• Ketenagakerjaan: 1 kasus
• Olahraga: 1 kasus

Menurut SAFEnet, selama periode April-Juni 2025 ini, pasal utama yang paling banyak digunakan untuk pelaporan atau kriminalisasi adalah Pasal 27A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebanyak 9 kasus dan UU ITE tanpa diinformasikan pasal spesifiknya sebanyak 10 kasus.

(Baca: Instagram, Platform dengan Serangan Digital Tertinggi di RI pada Q2 2025)