Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei pandangan publik terhadap Revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Hasil survei menunjukkan, mayoritas atau 69,3% responden setuju bahwa revisi KUHAP perlu memuat pengaturan terkait batas maksimal waktu penyidikan.
Dari kelompok ini, 55,7% responden berpendapat bahwa waktu penyelidikan dugaan tindak pidana sebaiknya dibatasi kurang dari tiga bulan.
Rinciannya, 7,1% memilih batas maksimal 0,5 bulan; 15,7% memilih satu bulan; 10% memilih dua bulan; dan 21,4% memilih tiga bulan sebagai durasi maksimal penyelidikan.
Lalu 20% responden menilai, waktu yang ideal untuk penyelidikan tindak pidana lebih dari 3 bulan, yakni 4-6 bulan. Rinciannya 4,3% memilih batas maksimal 4 bulan dan 15,7% selama 6 bulan.
Sementara hanya 17,1% responden yang berpendapatan penyelidikan dapat dilakukan lebih dari 12 bulan, dengan rincian 12 bulan sebanyak 14,3%; 24 bulan sebanyak 1,4%, dan 36 bulan hanya 1,4%.
Sementara batas waktu penyelidikan lebih dari 12 bulan punya proporsi lebih rendah, seperti terlampir dalam grafik.
Survei ini juga memotret persepsi publik terkait langkah yang perlu ditempuh jika penyelidikan melewati batas waktu maksimal. Sebanyak 22,9% menilai, perlu adanya koordinasi untuk penyelidikan lebih lanjut atau dihentikan.
Ada pula responden yang setuju untuk menghentikan penyelidikan (20%), memberikan informasi perkembangan kasus secara terbuka kepada korban (17,1%), dan perpanjangan waktu seperti aturan sebelumnya (11,4%).
Survei LSI melibatkan 101 responden yang memiliki pengetahuan mengenai revisi KUHAP. Responden dipilih secara acak, terdiri atas akademisi, masyarakat sipil, praktisi hukum, media massa, aparat penegak hukum, hingga perwakilan organisasi profesi. Pengambilan data dilakukan pada 20 Mei-12 Juni 2025 melalui wawancara.
(Baca: Hanya Sedikit Warga Indonesia yang Tahu RUU Perampasan Aset)