Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati usulan masa jabatan kepada desa dari 6 tahun untuk 3 periode, menjadi 9 tahun untuk 2 periode kepemimpinan.
Kesepakatan itu dibahas dalam rapat panja Baleg DPR RI pada 3 Juli 2023 lalu. Mayoritas fraksi juga menyetujui keputusan naskah revisi UU Desa sebelum dibahas bersama pemerintah.
Lantas, bagaimana pandangan masyarakat atas isu tersebut?
Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas, mayoritas atau 65,2% responden menyatakan tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.
Alasan utama penolakan masyarakat tersebut karena dinilai rawan adanya penyelewengan dalam pemerintahan desa seperti korupsi, ini dinyatakan oleh 60,5% responden.
Adapun faktor perangkat desa yang saat ini bekerja kurang baik berada di peringkat berikutnya, yang mendapatan persentase sebesar 18,2%.
Litbang Kompas menyebut, momentum munculnya wacana ini di masyarakat menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa ini mulai ramai dibicarakan jelang Pemilu 2024.
"Tak ayal, sekitar 10% dari kelompok responden yang menolak perpanjangan masa jabatan kepala desa. Khawatir kebijakan ini berpotensi dipolitisasi untuk kepentingan elektoral di pemilu mendatang," tulis Litbang Kompas dalam laporannya.
Sementara itu, terdapat 8,8% responden yang memiliki alasan penolakan lain terhadap wacana tersebut dan 2,4% responden lainnya menjawab tidak tahu.
Survei ini dilakukan terhadap 509 responden dari 34 provinsi di Indonesia yang dipilih secara acak.
Data dikoleksi pada periode 22-24 Februari 2023 menggunakan metode wawancara telepon. Adapun margin of error sekira 4,35% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
(Baca juga: Survei Litbang Kompas: 48% Masyarakat Tidak Puas dengan Kinerja Kejaksaan)