Saat ini Indonesia memiliki sumber daya logam nikel 140,3 juta ton, serta cadangan logam nikel 49,26 juta ton.
Angka tersebut tercatat dalam materi presentasi Kemenko Marves berjudul Evaluasi Pelaksanaan dan Arah Pengembangan Hilirisasi Nikel edisi April 2024.
(Baca: Ekspor Nikel Indonesia Kian Tinggi pada 2023, Tembus Rekor Baru)
Menurut Nickel Institute, istilah sumber daya (resources) mengacu kepada konsentrasi atau keberadaan material di kerak/bagian dalam bumi yang memiliki prospek untuk diekstraksi secara ekonomis.
Ketika sumber daya itu sudah diyakini benar-benar bisa diekstraksi, statusnya berubah menjadi cadangan (reserves).
Adapun sumber daya dan cadangan nikel Indonesia paling banyak tercatat di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kekayaan alam serupa dimiliki Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Sementara, sampai April 2024 belum ada catatan tentang keberadaan sumber daya dan cadangan nikel di provinsi-provinsi lainnya.
Berdasarkan materi presentasi Kemenko Marves, sampai April 2024 sudah ada 330 Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang tersebar di Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Dalam periode sama ada 54 smelter atau fasilitas pengolahan pemurnian nikel yang sudah beroperasi, 38 smelter masih dalam tahap konstruksi, 55 smelter dalam tahap perencanaan, dan 6 smelter berstatus ditutup (shutdown).
(Baca: Naik-Turun Harga Nikel, Pengaruh Oversupply sampai Tren Kendaraan Listrik)