Perang Israel-Hamas Palestina berkecamuk sejak awal Oktober 2023 dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda sampai awal November 2023.
Di tengah konflik tersebut harga batu bara tercatat melemah. Berbeda dengan Februari 2022, ketika perang Rusia-Ukraina meletus dan mengerek harga batu bara.
Berdasarkan data Bank Dunia, rata-rata harga batu bara Newcastle pada Oktober 2023 berada di level US$142,12 per ton.
Angka tersebut turun 12,5% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom), serta merosot 63,5% dibanding setahun lalu (year-on-year/yoy).
Adapun dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2023, Bank Dunia memproyeksikan harga batu bara akan turun sampai 2025.
"Dengan asumsi konflik di Timur Tengah tidak mengalami eskalasi, harga batu bara diperkirakan jatuh 49% (yoy) pada 2023, turun 26% (yoy) pada 2024, dan turun lagi 15% (yoy) pada 2025, tapi masih tetap jauh di atas rata-rata harga tahun 2015-2019," kata Bank Dunia dalam laporannya.
Bank Dunia meramalkan harga batu bara turun karena tingkat konsumsinya cenderung berkurang, sedangkan produksinya bertambah.
"Konsumsi batu bara diperkirakan menurun pada sektor ketenagalistrikan, karena kuatnya pertumbuhan energi terbarukan dan gas alam berbiaya rendah," kata Bank Dunia.
"Produksi batu bara diperkirakan akan meningkat melebihi konsumsinya, dengan pertumbuhan produksi yang kuat di tiga negara produsen terbesar, Tiongkok, India, dan Indonesia," lanjutnya.
Namun, ada sejumlah faktor yang bisa mengerek harga batu bara, yakni perluasan skala perang Israel-Hamas dan fenomena cuaca El Nino.
"Eskalasi konflik bisa saja mendongkrak harga batu bara, jika eskalasi konflik itu menaikkan harga gas alam," kata Bank Dunia.
"Selain itu, gangguan cuaca seperti gelombang panas dan kekeringan yang disebabkan El Nino bisa mendorong kenaikan harga batu bara. El Nino bisa meningkatkan permintaan listrik, sekaligus mengurangi kontribusi pasokan dari pembangkit listrik tenaga air," lanjutnya.
(Baca: Meski Ada Transisi Energi, Kebutuhan Batu Bara RI Meningkat sampai 2030)