Sejak 1976, Indonesia pernah mengalami defisit neraca perdagangan sebanyak tiga kali secara beruntun pada pada 2012-2014 yang dipicu oleh defisitnya neraca perdagangan migas. Meningkatnya nilai impor sebesar 8,03% menjadi US$191,69 miliar yang dibarengi dengan turunnya kinerja ekspor sebesar 6,62% menjadi US$ 190,02 miliar membuat neraca perdagangan nasional mengalami defisit untuk pertama kalinya dalam 37 tahun terakhir.
Setahun kemudian defisit neraca perdagangan Indonesia membengkak menjadi US$ 4,08 miliar akibat meningkatnya defisit neraca perdagangan migas. Lalu, pada tahun berikutnya neraca perdagangan kembali mencatat defisit sebesar US$ 2,1 miliar karena turunnya kinerja ekspor non migas.
Sepanjang Januari-Juli 2018, neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar US$ 3,09 miliar seiring meningkatnya permintaan impor bahan baku dan barang modal. Sementara pertumbuhan ekspor justru melambat. Untuk meredam meningkatnya impor yang bisa berdampak terhadap semakin melemahnya rupiah, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan bea masuk serta menunda proyek-proyek yang membutuhkan bahan baku dan barang modal dari luar negeri.