Harga minyak mentah dunia yang bergerak naik berdampak terhadap meningkatnya defisit neraca perdagangan minyak dan gas (migas) Indonesia pada Februari 2022.
Seperti diketahui, Indonesia terus mengimpor minyak dalam jumlah besar guna memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) domestik yang terus meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan migas Indonesia kembali mengalami defisit senilai US$1,91 miliar pada Februari 2022.
Defisit tersebut meningkat 43,64% dibanding bulan sebelumnya (month to month/m-to-m) serta melonjak 329,9% dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya (year on year/YoY). Dengan demikian neraca perdagangan migas Indonesia selalu mengalami defisit dalam 7 tahun terakhir.
(Baca: Defisit Neraca Perdagangan Migas Indonesia Catat Rekor Terdalam pada Desember 2021)
Nilai ekspor migas Indonesia pada bulan lalu hanya US$994,8 juta, sementara nilai impor migas Indonesia mencapai US$2,9 miliar. Alhasil, neraca perdagangan migas Indonesia mengalami defisit dalam 84 bulan terakhir sejak Maret 2015.
Defisit neraca perdagangan migas Indonesia terdalam mencapai US$2,28 miliar pada Desember 2021. Terlebih dengan kenaikan harga minyak dunia membuat biaya impor minyak mentah dan hasil minyak Indonesia meningkat pada bulan lalu.
(Baca: Berapa Volume Impor Minyak Indonesia?)
Sebagai informasi, defisit neraca perdagangan migas sepanjang tahun lalu mencapai US$13,25 miliar atau setara Rp189 triliun (kurs Rp 14.269 per US$). Sementara neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus US$48,59 miliar. Dengan demikian, total neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$35,33 miliar.