Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode 2013-2022 volume tekstil dan barang tekstil impor yang masuk ke Indonesia rata-rata mencapai 2,16 juta ton per tahun, dengan rata-rata nilai impor US$8,8 miliar per tahunnya.
Angka tersebut mencakup seluruh impor tekstil dan barang tekstil golongan barang XI (kode HS 50-63), yang terdiri dari gabungan komoditas sutra, wol, kapas, serat tekstil, filamen, serat stapel, kain tenun, kain rajutan, karpet, pakaian rajutan/non-rajutan, aksesoris pakaian, dan berbagai produk tekstil jadi lainnya, termasuk pakaian bekas.
Dalam sedekade terakhir, volume impor tekstil sempat menyentuh level di bawah 2 juta ton pada 2020, bersamaan dengan awal masa pandemi Covid-19.
Kemudian seiring pandemi yang mulai mereda, pada 2021 volume impornya pulih ke level 2 juta ton dan nilai impornya terus menguat.
Bahkan pada 2022, nilai tekstil dan barang tekstil impor yang masuk ke Indonesia mencapai US$10,1 miliar, naik 7,4% dibanding 2021 (year-on-year/yoy) sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.
Penguatan itu juga terjadi ketika volume impornya turun 2,1% (yoy) menjadi 2,16 juta ton. Hal ini mengindikasikan ada penguatan harga komoditas yang signifikan pada 2022.
Adapun menurut Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), banyaknya produk impor ini menjadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan industri tekstil lokal.
"Kalau pas pandemi Covid-19, itu market-nya tetap ada, ekspor (tekstil) juga masih tetap jalan. Kalau sekarang, ekspornya lagi susah, (pasar) lokalnya juga lagi diserbu produk-produk impor. Jadi turun jauh," kata Ketua Umum Apsyfi Redma Gita dalam wawancara dengan KBR.id, Senin (25/9/2023).
"Ini (penurunan kinerja industri tekstil lokal) sudah terjadi sejak kuartal tiga (2022). Yang kita sayangkan, sampai saat ini pemerintah enggak ngapa-ngapain untuk memperbaiki kondisi industrinya, maka makin lama tiap bulan ada pemutusan hubungan kerja (PHK), kurangi produksi, setiap bulan ada saja pabrik yang tutup. Ini lebih parah ketimbang Covid-19 kemarin," kata Redma.
(Baca: Ekspor Tekstil Indonesia Melemah pada Semester I 2023)