Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Indonesia telah mengimpor kurma untuk kebutuhan Ramadan senilai US$30,84 juta atau setara Rp480,30 miliar (asumsi Rp15.574 per US$) dalam periode Januari-Februari 2024.
Nilai impornya turun 26,32% (year-on-year/yoy) dibanding Januari-Februari 2023 yang mencapai US$41,86 juta atau sekitar Rp651,92 miliar.
Secara volume, impor kurma pada Januari-Februari 2024 tercatat seberat 18,67 ribu ton. Volumenya juga turun 28,20% (yoy) dibanding Januari-Februari tahun lalu yang mencapai 26,02 ribu ton.
Menjelang awal Ramadan tahun ini, nilai impor kurma terbesar berasal dari Tunisia, yakni US$9,15 juta atau sekitar Rp142,50 miliar.
Berikutnya ada impor kurma dari Mesir senilai US$8,74 juta (Rp136,11 miliar), Iran US$2,87 juta (Rp44,69 miliar), dan Arab Saudi US$2,66 juta (Rp41,42 miliar).
Ada pula impor kurma dari negara-negara lainnya dengan nilai gabungan US$7,42 juta atau Rp115,55 miliar.
BPS memastikan tidak ada pasokan impor kurma dari Israel pada periode tersebut.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa haram untuk produk kurma dari Israel.
"Halal zatnya, tapi jadi haram karena uang hasil penjualan (kurma) itu untuk membunuh warga Palestina," kata Sudarmoto, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Minggu (10/3/2024).
Tak hanya kurma, MUI juga telah menyerukan kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk tidak menggunakan produk-produk dari perusahaan yang terafiliasi dengan Israel.
Hal tersebut tertuang dalam Fatwa MUI No. 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.
(Baca: Indonesia Masuk Jajaran Pengimpor Kurma Terbesar di Dunia)