Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2024, besar pengeluaran untuk rokok dan tembakau di Kabupaten Konawe mencapai Rp140.726 per kapita per bulan. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 10,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini menunjukkan peningkatan konsumsi rokok dan tembakau di kalangan masyarakat Konawe.
Jika dilihat dari data historis, pengeluaran untuk rokok dan tembakau di Kabupaten Konawe cenderung fluktuatif selama periode 2018-2024. Sempat mengalami sedikit penurunan sebesar 2,2 persen pada 2019, kemudian kembali naik secara signifikan hingga mencapai titik tertinggi pada 2024. Pengeluaran tertinggi sebelumnya terjadi pada 2022 dengan nilai Rp127.896.
(Baca: Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Makanan dan Minuman Jadi Kab. Ketapang | 2024)
Besarnya pengeluaran untuk rokok dan tembakau ini perlu diperhatikan jika dibandingkan dengan total pengeluaran masyarakat. Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk aneka barang dan jasa di Kabupaten Konawe adalah Rp198.843. Artinya, sekitar 70,7 persen dari total pengeluaran tersebut dialokasikan untuk rokok dan tembakau. Proporsi ini cukup besar, menunjukkan prioritas konsumsi masyarakat. Jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan jadi (Rp150.384), pengeluaran untuk rokok dan tembakau hanya sedikit lebih rendah.
Secara perbandingan regional, Kabupaten Konawe berada di peringkat ke-4 untuk pengeluaran rokok dan tembakau di antara kabupaten/kota se-Provinsi Sulawesi Tenggara pada 2024. Peringkat ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok dan tembakau di Konawe cukup tinggi dibandingkan daerah lain di provinsi tersebut. Sementara itu, secara nasional, Konawe berada di peringkat ke-197. Urutan pertama pengeluaran rokok dan tembakau di Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Konawe Utara dengan nilai Rp184.041.
Jika dibandingkan dengan beberapa kabupaten/kota lain di Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe Utara mencatatkan pengeluaran tertinggi untuk rokok dan tembakau pada 2024, yaitu sebesar Rp184.041, dengan pertumbuhan 6,2 persen. Diikuti oleh Kabupaten Kepulauan Konawe sebesar Rp160.200 dengan pertumbuhan 8,2 persen, dan Kabupaten Bombana sebesar Rp146.853, namun mengalami penurunan tipis turun 0,1 persen. Kabupaten Kolaka Utara mencatatkan pengeluaran sebesar Rp139.746, dengan pertumbuhan tertinggi, yakni 16,6 persen.
(Baca: PDB Menurut Daya Beli di Ukraina 2024)
Kota Kendari
Kota Kendari mencatatkan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan sebesar Rp1.013.733 pada 2024, mengalami pertumbuhan sebesar 1,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp1.002.920,14. Kota Kendari menempati peringkat pertama se-Sulawesi Tenggara dalam kategori ini. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Kendari memiliki pengeluaran yang cukup besar untuk kebutuhan non-makanan, seperti sandang, perumahan, dan jasa.
Kabupaten Konawe Utara
Kabupaten Konawe Utara menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan, mencapai Rp812.097 pada 2024, naik 8,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp746.143,69. Hal ini menjadikan Konawe Utara menduduki peringkat pertama se-Sulawesi Tenggara dalam kategori pengeluaran untuk makanan. Peningkatan ini mengindikasikan adanya perubahan pola konsumsi atau peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Kabupaten Kolaka Utara
Kabupaten Kolaka Utara mencatat rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan dan bukan makanan sebesar Rp1.599.452 pada 2024, tumbuh sebesar 15,9 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp1.380.213,33. Dengan angka ini, Kolaka Utara berada di peringkat ketiga se-Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan ini menunjukkan adanya peningkatan pengeluaran masyarakat baik untuk kebutuhan makanan maupun non-makanan.
Kota Bau-Bau
Kota Bau-Bau mencatat rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan sebesar Rp735.519 pada tahun 2024, naik 6,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp693.079,05. Dengan pertumbuhan ini, Kota Bau-Bau menduduki peringkat keempat se-Sulawesi Tenggara. Peningkatan pengeluaran non-makanan ini menggambarkan adanya perubahan dalam prioritas konsumsi masyarakat atau peningkatan daya beli untuk kebutuhan selain makanan pokok.