Saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), melesat di tengah rencana Menteri BUMN Erick Thohir memerger emiten tersebut dengan dua maskapai penerbangan Citilink dan Pelita Air. Menurut Erick, rencana merger ketiga maskapai milik BUMN ini adalah upaya agar biaya logistik di Indonesia turun dan mengurangi kekurangan pesawat di dalam negeri.
Berdasarkan data Yahoo Finance, saham Garuda Indonesia ditutup naik 7 poin atau 9,58% ke level Rp80 per saham pada penutupan perdagangan, Rabu (23/8/2023). Pergerakan saham ini mencatatkan tren tertinggi dalam tiga bulan terakhir bagi GIAA.
Namun, saham Garuda sempat anjlok parah pada awal Januari 2023 lalu, yang turun dari kisaran level Rp200 menjadi di bawah Rp100 per saham. Kemudian, saham GIAA cenderung mengalami penurunan saham hingga mencapai level terendahnya sepanjang tahun ini yaitu pada 19 Mei 2023 lalu di level Rp51 per saham. Hal ini seperti terlihat pada grafik di atas.
Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menilai bahwa aksi korporasi merger ketiga maskapai tersebut bukan langkah yang tepat untuk menekan biaya logistik. Menurut dia, merger Garuda Indonesia Grup dengan Pelita Air belum tentu dapat memperbaiki kondisi kinerja keuangan Garuda.
"Kalau mau menyelamatkan Garuda jangan lupa nasib kreditur-krediturnya. Ada yang tahun 2021 kemarin baru selesai PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Nah, itu kan Garuda masih punya kewajiban jangka panjang," kata Alvin dilansir dari Katadata.co.id, Rabu (23/8/2023).
Menurut Alvin, BUMN harus meninjau kembali rencana merger tiga perusahaan aviasi ini. Sebab, penggabungan tersebut dikhawatirkan justru menjadi bumerang bagi bisnis perusahaan.
Sebelumnya, Garuda Indonesia membukukan kerugian US$76,5 juta, setara Rp1,15 triliun (asumsi kurs Rp 15.080/US$) pada semester I-2023. Padahal, maskapai nasional tersebut mampu memperoleh keuntungan pada periode sama tahun lalu sebesar US$3,76 miliar.
Garuda Indonesia mencatatkan penurunan utang hingga 50% sampai dengan kuartal pertama tahun ini setelah memperoleh homologasi atau perjanjian damai dalam PKPU. Utang Garuda Indonesia tersisa US$5,1 miliar dari sebelumnya mencapai US$10,11 miliar.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan bahwa proses diskusi mengenai langkah penjajakan aksi korporasi merger tersebut masih dilakukan. "Saat ini Garuda tengah mengeksplorasi secara mendalam atas berbagai peluang sinergi bisnis yang dapat dihadirkan untuk bersama-sama dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja," kata dia.
(Baca: Garuda Indonesia Masih Merugi Rp1,16 Triliun hingga Paruh I 2023)