The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS), mempertahankan suku bunga acuan di level 4,25%—4,5% pada Rabu (7/5/2025) waktu setempat atau Kamis (8/5/2025) waktu Indonesia.
Dalam keterangan tertulisnya, The Fed menjelaskan indikator perkembangan ekonomi AS, di antaranya tingkat pengangguran telah stabil pada posisi yang rendah dalam beberapa bulan terakhir dan kondisi pasar tenaga kerja tetap solid. Namun, inflasi masih sedikit meningkat.
Komite Pasar Terbuka (Federal Open Market Committee/FOMC) menyebut berupaya mencapai lapangan kerja maksimum dan inflasi pada tingkat 2% dalam jangka panjang.
"Ketidakpastian mengenai prospek ekonomi semakin meningkat. Komite memperhatikan risiko-risiko di kedua sisi dan menilai bahwa risiko pengangguran yang lebih tinggi dan inflasi yang lebih tinggi telah meningkat," tulis The Fed, dikutip pada Jumat (9/5/2025).
Merujuk pemberitaan Katadata, Ketua The Fed, Jerome Powell, tetap meyakini bahwa ekonomi masih dalam posisi yang solid. Kebijakan moneter saat ini membuat The Fed berada dalam posisi yang baik untuk merespons secara tepat waktu terhadap perkembangan ekonomi potensial.
Powell juga mencatat kebijakan tarif Trump tetap menjadi sumber ketidakpastian. Kondisi ini menegaskan perlunya The Fed untuk berada dalam mode menunggu dan melihat.
"Saya rasa kita tidak dapat mengatakan... ke arah mana ini akan terjadi. Saya rasa ada banyak ketidakpastian tentang, misalnya, di mana kebijakan tarif akan berakhir," ujarnya, dikutip Katadata dari Reuters.
Kepala Investasi Publik di Goldman Sachs Asset Management, Asish Shah, mengatakan untuk saat ini The Fed tetap dalam pola bertahan sambil menunggu ketidakpastian mereda.
"Data pekerjaan baru-baru ini yang lebih baik dari yang dikhawatirkan telah mendukung sikap bertahan Fed, dan tanggung jawabnya ada pada pasar tenaga kerja untuk melemah secara memadai guna memulai kembali siklus pelonggarannya," katanya.
Penetapan suku bunga dari The Fed tidak berubah sejak Desember karena para pejabat berjuang untuk memperkirakan dampak tarif impor Presiden Donald Trump. Kebijakan itu telah meningkatkan prospek inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat tahun ini.
(Baca Katadata: The Fed Tahan Suku Bunga Acuan, Awasi Dampak Kebijakan Tarif Trump)