Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5,75%. Keputusan ini diambil melalui rapat dewan gubernur (RDG) pada 14-15 Januari 2025.
Sejurus itu, suku bunga deposit facility pun turun 25 bps menjadi 5% dan suku bunga lending facility turun 25 bps menjadi sebesar 6,50%.
BI menyebut, keputusan ini sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1% dan terjaganya nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental untuk mengendalikan inflasi dalam sasarannya. Selain itu, pemangkasan dinilai sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
BI bakal menempuh kebijakan makroprudensial longgar untuk meningkatkan kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, melalui penguatan strategi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025.
BI memaparkan, divergensi pertumbuhan ekonomi dunia melebar dan ketidakpastian pasar keuangan global berlanjut. BI mengakui perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih kuat dari prakiraan, didukung oleh stimulus fiskal yang meningkatkan permintaan domestik dan kenaikan investasi di bidang teknologi yang mendorong peningkatan produktivitas.
"Sebaliknya, ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan konsumen dan tertahannya produktivitas, sementara ekonomi India masih tertahan akibat sektor manufaktur yang terbatas," kata BI dalam rilisnya, Rabu (15/1/2025).
Sementara di Indonesia, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024 sedikit di bawah prakiraan dipengaruhi oleh lebih rendahnya permintaan domestik, baik konsumsi maupun investasi. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2024 diprediksi sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7–5,5%.
"Pada 2025, pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga cenderung lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Ekspor diprakirakan lebih rendah sehubungan dengan melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama, kecuali AS," tulis BI.
BI menyayangkan konsumsi rumah tangga juga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.
"Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta juga belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor," kata BI.
BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 mencapai kisaran 4,7–5,5%, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,8–5,6%.
Sementara nilai tukar yang turun diklaim masih terkendali meski berada di tengah ketidakpastian global yang tinggi. Namun, nilai tukar terhadap dolar AS hingga 14 Januari 2025 melemah sebesar 1% (ptp) dari level nilai tukar akhir 2024.
BI membandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti rupee India, peso Filipina, dan baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 1,20%; 1,33%; dan 1,92%.
"Sebaliknya, nilai tukar rupiah tercatat menguat terhadap mata uang kelompok negara maju di luar dolar AS, dan stabil terhadap mata uang kelompok negara berkembang," kata BI.
(Baca juga: Akhir 2024, BI Tahan Suku Bunga 6% untuk Kendalikan Inflasi 2025)