Laporan International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) menunjukkan, pendapatan industri musik global mencapai US$26,2 miliar pada 2022 atau tumbuh 9% secara tahunan (year-on-year/yoy). Capaian itu setara Rp397,27 triliun dengan kurs Rp15.163/US$.
Menurut IFPI, pertumbuhan pendapatan industri musik global berasal dari hampir seluruh segmen, terkecuali pada segmen unduhan dan digital lainnya yang mengalami penurunan.
“Streaming berlangganan adalah pendorong utama pertumbuhan (pendapatan industri musik global 2022), yakni naik 10,3% (yoy) menjadi US$12,7 miliar,” demikian dikutip dari laporan.
Tercatat, segmen streaming belangganan mendominasi total pendapatan industri musik global pada 2022 dengan proporsi mencapai 48,3%. Segmen streaming dengan iklan di posisi kedua dengan menyumbang pendapatan sebesar 18,7%.
Secara total, segmen streaming musik seperti Apple Music hingga Spotify berkontribusi sebesar 67% terhadap pendapatan industri musik global sepanjang tahun lalu.
Kemudian, kontribusi dari rilisan fisik seperti CD, vinyl, hingga kaset mencapai 17,5%. Lalu, kontribusi pendapatan musik global dari hak royalti menyumbang 9,4%.
Selanjutnya, layanan unduhan dan digital lainnya menyumbang 3,6% dari total pendapatan musik global pada 2022. Sementara, lisensi sinkronisasi hanya berkontribusi hanya sebesar 2,4% dari total pendapatan musik global tahun lalu.
Lisensi sinkronisasi merupakan perjanjian antara pengguna musik dan pemilik lagu berhak cipta yang memberikan izin untuk merilis lagu dalam format video, seperti YouTube, DVD, atau cakram Blu-ray.
Laporan IFPI juga menunjukkan, Amerika Serikat merupakan pasar industri musik terbesar secara global pada 2022. Posisinya disusul oleh Jepang, Inggris, Jerman, Tiongkok, Prancis, Korea Selatan, Kanada, Brasil, dan Australia.
(Baca: Pendapatan Streaming Musik Global Catat Rekor Tertinggi di Kala Pandemi)