Presiden Joko Widodo menginginkan harga semen di seluruh Indonesia sama, dan tidak terkecuali di Papua. Namun, hal itu tidak mudah direalisasikan untuk saat ini. Harga satu sak semen dengan berat 50 kilogram sekitar Rp 70 ribu, namun di daerah pedalaman Papua bisa mencapai Rp 1 juta atau bahkan lebih. Mahalnya ongkos logistik membuat harga semen di wilayah Indonesia paling timur tersebut menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat setempat. Belum semua daerah Papua bisa ditempuh lewat jalur darat sehingga logistik pengiriman barang menggunakan pesawat dengan konsekwensi biaya transportasi menjadi sangat mahal.
Konsumsi semen di Papua dan Maluku yang masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan semen nasional menjadi alasan para pemilik modal masih enggan membangun pabrik semen di Tanah Papua. Nilai keekonomian menjadi alasan utama karena permintaan masih minim. Konsumsi semen di Papua dan Maluku periode Januari-November 2016 hanya 1,35 juta ton atau 2,39 persen dari total konsumsi nasional sebesar 56,5 ton. Para investor lebih tertarik membangun pabrik semen di Jawa yang sudah jelas pasarnya.
Pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan oleh pemerintah telah menyedor perhatian para produsen semen asing berinvestasi di Indonesia. Beberapa merek semen baru bermunculan seperti Semen Merah Putih, Semeng Garuda, Semen Puger hingga perusahaan semen asal Cina, Anhui Conch juga turut memperebutkan pangsa pasar semen di Tanah Air. Namun, pembangunan pabrik semen masih terkonsentrasi di kawasan barat Indonesia, terutama di Jawa yang pangsa pasarnya paling besar.