Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 335 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 44 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (18/2/2024) pukul 08.45 WIB. Dari 335 titik panas terdeteksi, 13 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 304 titik skala sedang, dan 18 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Kualitas Udara Pagi Hari: DKI Jakarta Peringkat 1 Daerah Paling Berpolusi di Indonesia)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Timur sebanyak 121 titik. Kalimantan Selatan menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 33 titik. Kalimantan Tengah berada di posisi ketiga sebanyak 28 titik panas.
Sebanyak 28 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Maluku Utara menyusul dengan 20 titik panas, serta Gorontalo dan Aceh masing-masing memiliki 14 dan 14 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kualitas Udara Banten Sore Hari Terburuk di Indonesia (Jumat, 16 Februari 2024))