Laju deforestasi Indonesia, yakni perubahan kawasan hutan menjadi non-hutan secara permanen akibat aktivitas manusia, cenderung turun dalam sekitar dua dekade terakhir, tepatnya sejak tahun 2000 sampai 2023.
Hal ini terlihat dari laporan The State of Indonesia's Forests 2024 yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut data KLHK, selama periode 1990-1996 Indonesia mengalami deforestasi neto 1,87 juta hektare (ha) per tahun, kemudian melonjak jadi 3,51 juta ha per tahun pada 1996-2000.
Namun, sejak periode 2000-2003 lajunya mulai menurun. Sampai periode 2022-2023, luas kawasan hutan yang berubah jadi non-hutan secara permanen hanya 0,12 juta ha per tahun.
Menurut Prof. Matthew Hansen dari University of Maryland, tren ini berbeda dengan yang terjadi negara lain.
"Dalam sedekade terakhir 2014-2023 ada tren peningkatan deforestasi di negara-negara yang mempunyai hutan tropis luas, seperti di Brasil, Kongo, dan Bolivia yang merupakan tiga rekor terbesar," kata Prof. Matthew Hansen dalam siaran pers KLHK, Kamis (25/7/2024).
"Namun, secara mengejutkan, data deforestasi di Indonesia menggambarkan tren penurunan sebagai kebalikan dari tren global," ujarnya.
Menteri KLHK Siti Nurbaya pun menyatakan Indonesia sangat mementingkan upaya memerangi tantangan global berupa deforestasi dan degradasi hutan.
"Kami sepenuhnya menyadari dampak dari tantangan-tantangan ini terhadap reputasi dan kedaulatan negara kami, terutama terkait indikator-indikator seperti deforestasi, konservasi, dan emisi karbon, yang menjadi tantangan berat bagi negara-negara berkembang," kata Menteri Siti dalam siaran pers KLHK, Kamis (25/7/2024).
Sebagai catatan, angka-angka di atas merupakan laju deforestasi neto (net deforestation), yakni perubahan/pengurangan luas tutupan lahan berhutan dalam kurun waktu tertentu, yang memperhitungkan juga luas pemulihan hutan/reforestasi yang terdeteksi citra satelit dalam kurun waktu yang sama.
(Baca: Hutan Indonesia 120 Juta Hektare, Separuhnya untuk Produksi)