Kasus kebocoran dan penyalahgunaan data pribadi masyarakat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab makin marak terjadi di Indonesia. Menurut laporan 'Persepsi Publik atas Pelindungan Data Pribadi 2021' yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika, kebocoran data pribadi kerap terjadi di produk perbankan atau lembaga keuangan.
Dari sejumlah produk perbankan atau lembaga keuangan, responden menilai e-wallet dan rekening bank sebagai produk yang dianggap rentan mengalami kebocoran data. Tercatat, 36.6% responden yang mengatakan kebocoran data di dompet digital dan 30,2% rekening bank.
Di sisi lain, sebanyak 22,9% responden mempercayai bahwa produk perbankan dan lembaga keuangan memiliki pelindungan data yang memadai sehingga tidak mungkin mengalami kebocoran data.
Sebanyak 12,1% responden pernah mengalami kebocoran data finansial. Akibat kebocoran data tersebut, hal yang paling banyak mereka alami adalah berkurangnya uang tabungan di rekening bank (44,1%), disusul berkurangnya saldo di e-wallet (32,2%). Kerugian lain yang dirasakan responden yaitu seperti melakukan transfer atau pembelian karena dihubungi oleh orang ataupun perusahaan tertentu.
Meskipun di tengah isu kebocoran data pribadi oleh lembaga keuangan, tingkat keyakinan responden terhadap pelindungan data pribadi saat menggunakan pembayaran digital cukup baik (mean score 6,84), walaupun belum cukup tinggi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center menyusun Laporan Persepsi Masyarakat atas Pelindungan Data Pribadi guna menyajikan pemahaman masyarakat akan hak untuk melindungi data pribadi dan pengetahuan ihwal Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP). Laporan ini menganalisis data primer dari survei terhadap 11.305 responden di 34 provinsi pada 14 - 21 Juli 2021.
(baca: Indonesia Masuk 3 Besar Negara dengan Kasus Kebocoran Data Terbanyak Dunia)